Jakarta, Portonews.com – Berita mengenai mundurnya Royal Dutch Shell Plc (Shell) dari Proyek Gas Abadi Blok Masela mendapat respon dari berbagai kalangan. Fahmy Radhi, pengamat ekonomi dan energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta menyebut bahwa mundurnya Shell lebih disebabkan masalah internal Shell terkait cash flow shortage akibat Pandemi-19.
“Bukan karena prospek buruk investasi gas Masela,” kata Fahmy pada Portonews, Senin (6/7/2020).
Menurutnya, selama Inpex Co sebagai pemegang mayoritas saham masih bertahan, hengkangnya Shell tidak menjadi masalah serius bagi Indonesia.
Hal ini, lanjut Fahmy, mengingat prospek dan kandungan gas yang besar, tidak begitu sulit bagi Inpex untuk mencari partner baru menggantikan Shell.
Sementara itu,
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menyatakan bahwa kondisi pandemi Covid 19 yang tidak kepastian kapan berakhir penyebarannya berakibat menurunnya konsumsi BBM di seluruh dunia. “Sudah dapat dipastikan memukul industri minyak dan gas di hulu hingga hilir,” kata Yusri.
Dia menambahkan, “Tentu wajar kalau banyak perusahaan minyak dunia mengurungkan niat melakukan investasi besar-besaran. Mereka melakukan upaya konsolidasi total dengan melakukan langkah efisiensi luar biasa untuk menutup potensi kerugian, termasuk melakukan banyak PHK”.
Selain itu, kata Yusri, coba perhatikan saat ini harga LNG bagian negara dijual oleh SKK Migas hanya sekitar USD 2,2 per MMBTU, tentu sangat tidak ekonomis saat ini untuk investasi besar di lapangan gas di laut dalam.
Portonews hingga Senin (6/7/2020) pukul 13.30 juga mencoba menghubungi pihak Shell. Namun hingga berita ini diturunkan, tim humas Shell belum memberikan jawaban.
Mundurnya Shell juga diakui oleh SKK Migas.”Iya betul (mundur). Inpex sedang mencari penggantinya,” terang Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno, seperti ditulis Kontan.co.id, Minggu (5/7/2020). Julius menerangkan, alasan hengkangnya Shell dari Blok Masela dikarenakan kondisi arus kas yang terdampak situasi pandemi Covid-19. Shell memutuskan untuk memfokuskan pada proyek-proyek lain yang tengah berlangsung di Indonesia.
Diketahui, saat ini Inpex Corporation (Inpex) sebagai pemegang saham terbesar blok itu sedang mencari pengganti Shell.