Jakarta, Portonews.com – Tanah Papua, dengan segala kekayaan alam melimpah yang tersebar di seluruh pelosok wilayahnya menjadi bagian tak terpisahkan dari Indonesia. Tak ayal, daerah yang mendapat julukan Bumi Cendrawasih ini turut berkontribusi dalam upaya pembangunan ekonomi negara.
Perihal kondisi yang ada di daerah tersebut pun tak terlepas dari perhatian pemerintah dengan dijadikannya Papua dan Papua Barat sebagai daerah Otonomi Khusus (Otsus) sejak 2001. Pemberian Otsus tersebut tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua dan UU No. 35 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus bagi Papua Barat.
Saat ini, Otsus Papua hampir mendekati akhir implementasinya pada 2021, sehingga perlu mendapatkan masukan atas pelaksanaannya selama ini dan bagaimana keberlanjutannya.
Salah satu kandidat Sekretaris Daerah (Sekda) Papua, Dance Yulian Flassy, SE., M.Si, mengatakan, sebagai upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat Papua, serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli Papua, sudah sepantasnya didasarkan pada nilai-nilai dasar yang mencakup perlindungan dan penghargaan terhadap etika dan moral, hak-hak dasar penduduk asli, HAM, supremasi hukum, demokrasi, pluralisme, serta persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia.
Di sisi lain, dalam perjalanannya sampai menjelang akhir implementasi Otsus Papua, berbagai kelompok di wilayah Papua menganggap bahwa Otsus Papua belum memberikan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat Papua.
Menurut mantan Sekda Tolikara Provinsi Papua ini, ada anggapan bahwa kebijakan khusus (affirmative action) dari pemerintah belum terbukti memperbaiki kondisi kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat Papua.
“Namun, sebenarnya cap “kegagalan” implementasi Otsus Papua Jilid I bukan sepenuhnya kesalahan pemerintah pusat karena pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota di wilayah Papua, Papua Barat juga berkon
tribusi terhadap kegagalan implementasi Otsus Papua juga,” kata pria yang saat ini menjabat sebagai Sekda Sorong Selatan Papua Barat.
Dance lantas menyarankan, perlu ada keberlanjutan kebijakan implementasi Otsus Papua Jilid II. Hal ini didasari pandangan dari pimpinan daerah, para akademisi, ketua kelompok masyarakat adat, agama termasuk masyarakat asli Papua sendiri mengenai Otsus Papua Jilid I yang dirasa kurang dalam implementasinya.
Mantan Sekretaris Bappeda Provinsi Papua Barat itu menambahkan, hal tersebut dikarenakan kelemahan implementasi Otsus Papua telah diidentifikasikan bersama oleh semua komponen pembangunan daerah Papua, sehingga pemerintah pusat dan pemerintah daerah didukung kelompok masyarakat asli Papua dan perguruan tinggi akan lebih mudah pada saat mengimplementasikan Otsus Jilid II nantinya, yang tentunya dengan tetap dalam bingkai NKRI.
“Namun, dalam mengimplementasi kebijakan Otsus Jilid II di wilayah Papua ini maka ada beberapa catatan – catatan yang substansi harus diperhatikan bersama-sama oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah didukung DPR, DPRP, MRP dan masyarakat asli Papua sehingga optimal hasil pembangunannya,” ujar pria yang juga menjadi Ketua Forum Sekda se Papua Barat ini.
Catatan Otsus Papua Jilid II
Dance juga memiliki beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian banyak pihak, seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah didukung DPR, DPRP, MRP dan masyarakat asli Papua sehingga optimal hasil pembangunannya.
Untuk memaksimalkan penyelenggaraan otonomi khusus ke depan diharapkan atau perlu dikeluarkannya Perpu sehingga dapat mengatur secara lebih terperinci penggunaan dana otsus serta sistem kendali ataupun pengawasan. Sebelum Perppu itu dikeluarkan diharapkan ada sosialisasi dengan wilayah dan diharapkan wilayah juga menyusun program pembangunan jangka pendek lima tahun sehingga bisa di breakdown per tahun anggaran, dengan demikian dana program Otsus yang diturunkan dari pemerintah pusat dapat diaplikasikan sesuai program yang sudah disepakati antara pemerintah pusat dan daerah atau lebih tepat seperti dana alokasi khusus di APBN.
Beberapa poin yang dituangkan pria yang pernah menjadi Kepala Sekretariat Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) di Kantor Wakil Presiden ini, antara lain:
Dinamika Politik Lokal
Dinamika politik lokal perlu direvitalisasi agar partisipasi rakyat Papua dalam proses politik meningkat sehingga memiliki derajat keterlibatan tertentu dalam pengambilan keputusan, pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah, secara spesifik dalam penetapan dan pelaksanaan ketetapan-ketetapan terkait dengan kebijakan Otsus. Keberadaan eksistensi Partai Lokal sebagaimana yang ada di wilayah Aceh perlu direalisasikan di wilayah Papua.
Hubungan yang Kurang Saling Percaya antara Pusat dengan Papua
Masalah sejarah integrasi Papua ke dalam Indonesia dan identitas politik Papua perlu selekasnya diklarifikasi dengan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang sudah diamanatkan oleh UU Otsus.
KKR bertugas untuk mengupayakan dialog antara pemerintah pusat dengan rakyat asli Papua untuk menyelesaikan masalah sejarah integrasi dan identitas politik Papua yang telah sejak lama menjadi hambatan yang serius. Dialog diharapakan memudarkan rasa saling tidak percaya dan saling curiga yang tidak kondusif untuk membangun Papua.
Perbedaan Penafsiran dalam Implementasi Otonomi Khusus
Hal ini perlu ditetapkan indikator implementasi kebijakan Otsus demi mengukur kinerja pemerintah secara transparan dan demi memperkuat posisi masyarakat dalam mengimplementasikan kebijakan Otsus.
Karenaya, perlu grand design Otsus Papua perlu disusun dan ditetapkan oleh pemerintah agar ada panduan yang sama untuk melaksanakan implementasi kebijakan Otsus Papua. Grand design yang disosialisasikan dengan baik agar dapat mengakhiri berbagai penafsiran terhadap Otsus yang malah menenggelamkan agenda-agenda penting dalam kebijakan ini.
Kapasitas dari Implementing Agency atau Badan yang Bertanggung Jawab untuk Melaksanakan Kebijakan Otsus
Perlu penguatan kapasitas birokrasi di wilayah Papua dan Papua Barat dalam bidang perencanaan dan penganggaran demi menjadi agen pelaksana kebijakan implementasi Otsus yang lebih efektif, efisien dan delivery tepat sasaran yang dapat diukur birokrasi.
Kemudian, juga dapat dengan pemberian bantuan pendampingan dari pemerintah pusat. Untuk jangka panjang, sistem rekruitmen yang cenderung primordialisme, merit sistem perlu ditinjau secara menyeluruh dan dirancang sistem rekruitmen lain yang lebih baik dan tetap memberikan peluang kepada putra daerah asli.
Keterkaitan faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Otsus
Sejauh ini, Perdasi dan Perdasus untuk implementasi kebijakan Otsus tidak berjalan baik karena belum adanya dukungan dari Pemerintah Pusat Untuk menyelesaikan kebuntuan implementasi UU Otsus, mengenai kebijakan Otsus untuk Papua, pemerintah pusat perlu membuat langkah konkret untuk percepatan implementasi kebijakan Otsus Papua.
Langkah konkret tersebut diantaranya, menyelesaikan seluruh peraturan pemerintah dan perundang-undangan lainnya yang diperintahkan oleh UU Otsus, membentuk Unit Kerja Kepresidenan (UKK) yang terdiri dari Pokja, interkementerian dan Pemerintah Provinsi Papua, Papua Barat, yang bertugas untuk menyiapkan peraturan pemerintah dan perundang-undangan lainnya yang diamanatkan Otsus.
Lalu, diadakan Tim Evaluasi Implementasi Otsus dan pembuatan model keberlanjutan kebijakan implementasi Otsus Papua Jilid II yang lebih dapat menjawab kebutuhan-kebutuhan riil masyarakat di wilayah Papua dan Papua Barat.
Setelah itu, tim evaluasi menyampaikan hasil evaluasi dan model keberlanjutan kebijakan implementasi Otsus Papua Jilid II ini kedalam bentuk Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk disampaikan dan dipresentasikan di depan Presiden, pimpinan DPR RI, pimpinan DPD RI, pimpinan MRP, pimpinan DPRP, perwakilan Ketua Kelompok
Masyarakat (Adat, Suku, Agama) dan Rektor Perguruan Tinggi di Papua dan Papua Barat untuk dijadikan sebagai bahan draft usulan UU Otsus Papua Jilid II dari Pemerintah kepada DPR RI.
“Sebagai penutup, mari bersama-sama berpartisipasi memberikan masukan atas implementasi Otsus Papua sebagai dasar pijakan untuk penyusunan rumusan kebijakan implementasi Otonomi Khusus Papua Jilid II sebagai upaya kita bersama membangun masa depan pembangunan wilayah Papua dan masyarakat asli Papua yang lebih baik dan lebih sejahtera dalam wadah NKRI,” ungkap alumni Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.
Dance lantas memberikan beberapa saran yang bisa jadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam hal menyikapi isu-isu yang terjadi di Papua. Berikut penjelasannya.
Grand design Otsus Papua perlu disusun sebelum berakhir 2021 agar ada panduan yang sama untuk melaksanakan implementasi kebijakan Otsus. Grand design yang disosialisasikan dengan baik agar dapat mengakhiri berbagai penafsiran (propaganda) terhadap Otsus yang malah menenggelamkan agenda penting dalam kebijakan ini.
Pemekaran-pemekaran di Papua perlu ditinjau ulang karena terbukti tidak memiliki korelasi positif dengan tingkat kesejahteraan penduduk Papua maupun dengan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik, melainkan telah menimbulkan beban akibat birokrasi yang tidak sesuai regulasi.
Perlu ditetapkan indikator implementasi kebijakan Otsus demi mengukur kinerja pemerintah secara transparan, akuntabilitas dan demi memperkuat posisi masyarakat dalam mengimplementasikan kebijakan Otsus.