Jakarta, Portonews.com – Sejatinya tanpa harus menunggu harga minyak dunia turun, bila mafia minyak dan gas bumi (Migas) sudah bisa ditangkap, maka harga Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk masyarakat bisa turun. Pasalnya, dengan tertangkap sekaligus terbongkarnya jaringan mafia migas akan membawa dampak efisiensi. Demikian ditegaskan oleh Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dalam acara Bisik Onlie bertajuk Apa Kabar Energi di Tengah Pandemi? pada Kamis malam (30/4/2020) lewat kanal media sosial.
Kenyataannya harga minyak dunia turun tetapi harga BBM pun belum turun. “Jangan-jangan kehadiran Bapak Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok bukan memberantas mafia migas malah menambah mafia migas,” tanya Arie, yang kemudian disertai tawa lepas oleh Saiful Muhjab, sang pemandu acara Bisik Online.
Jamak diketahui, Pemerintah menugaskan Ahok sebagai Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero) dengan salah satu tugas khusus: membongkar mafia migas sampai ke akar-akarnya.
Karena amanah suci plus sakral tersebut, pihak SP Pertamina memahaminya. “Pada akhirnya kami harus memahami apa yang diputuskan pemerintah terkait kehadiran Bapak Basuki Tjahaya Purnama sebagai Komut Pertamina. Salah satu tugas yang diembannya adalah membongkar mafia migas. Kita juga masih menunggu sih. Sebetulnya mafia migas mana yang ditangkap,” papar Arie. Padahal Ahok telah memasuki 6 bulan di Pertamina.
Menurut Arie, pihak Pertamina mempunyai prinsip keterbukaan akses informasi. Sehingga bukan hanya pihak-pihak tertentu saja yang bisa mengawasi.
“Semua masyarakat pun bisa mengawasi. Ada call centre Pertamina dan pengaduan westle blower system (WBS) bila ada indikasi penyelewengan.
“Mafia bisa dikatakan sebagai penjahat. Yang membuka peluang adanya proses mafia salah satunya adalah keterlambatan pembangunan kilang,” ungkapnya.
Dia menyatakan, selama 20 tahun lebih, Pertamina tidak membangun kilang baru. Menurutnya, harga BBM yang diproduksi kilang Pertamina kalah bersaing dengan kilang-kilang modern yang ada di luar.
“Pada akhirnya bisa jadi harga produk BBM yang diproduksi Pertamina bisa lebih mahal dari BBM yang tersedia di pasar internasional. Bisa dibayangkan, hingga kini Pertamina masih mengoperasikan kilang yang dibangun pada tahun 1927. Kalau masih mengoperasikan kilang yang dibangun tahun 1927, bisa dibayangkan bagaimana dan berapa tingkat efisiensinya. Atau bisa dilihat dari nilsen operation index Pertamina yang masih rendah dibandingkan kilang-kilang luar, yang kompleksitas index operationnya sudah tinggi,” papar Arie.
Disamping itu, lanjut Arie, adanya disparitas harga tersebut memunculkan peluang opsi antara beli atau produksi/bikin sendiri. “Ketika ada opsi beli, siapa yang beli. Di situlah ada pemainnya,” tengarai Arie.
Karena itu, imbuhnya, RDMP (Refinery Development Master Plan) menjadi salah satu kebijakan strategis nasional. Walaupun dalam masa Covid-19 tetapi masih tetap berjalan karena proyek tersebut juga menjadi salah satu upaya meminimalisir peran mafia migas.