Jakarta, Portonews.com – Pemulihan kinerja sektor usaha kehutanan yang terimbas karena pandemi Covid-19 harus sudah dimulai di awal semester II tahun 2020. Dukungan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) pasca Covid-19 sangat penting dan strategis, karena perannya sebagai ujung tombak dalam mendongkrak ekspor produk kayu olahan Indonesia.
Demikian disampaikan Indroyono Soesilo, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) , yang juga menjadi Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan (FKMPI) Indonsia di Jakarta pada Senin
(18/5/2020), seusai dialog dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Korea dan Jepang.
“FKMPI mengapresiasi langkah-langkah Pemerintah menerbitkan serangkaian kebijakan relaksasi untuk meringankan beban dunia dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Kebijakan relaksasi ini menjadi bekal untuk memulihkan kondisi perekonomian pasca Covid-19 di sektor usaha kehutanan, khususnya untuk menjaga serapan tenaga kerja dari hulu ke hilir yang saat ini mencapai sekitar
625.00 orang,” tutur Indroyono. Ia menambahkan FKMPI akan berdialog secara intens terkait strategi peningkatan ekspor bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta KBRI di negara-negara tujuan utama ekspor kayu olahan Indonesia. Sebagai langkah awal,
dialog telah dilaksanakan dengan KBRI di Seoul dan Tokyo.
Pandemi Covid-19 telah memberikan tekanan yang berat terhadap kinerja sektor usaha kehutanan, karena negara-negara utama tujuan ekspor kayu olahan Indonesia yakni China, Jepang, Amerika
Serikat, Uni Eropa dan Korea terdampak parah karena pandemi tersebut. Sampai dengan April 2020, kinerja ekspor kayu olahan Indonesia turun 10 persen, yang diikuti dengan penurunan kinerja produksi kayu bulat alam sebagai pemasok bahan baku industri sebesar 20 persen.
“FKMPI mengusulkan langkahlangkah untuk penanganan dampak pasca Covid-10, yakni perluasan penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) ditingkat global, penguatan market intelligence produk kayu olahan Indonesia, pertemuan bisnis dan misi dagang ke sentra industri pengolahan kayu serta pemanfaatan Indonesia Timber Exchange (ITX),” ujar Indroyono.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rufi’ie, menyatakan, SVLK strategis menjadi pintu masuk untuk mempromosikan dan memperluas pasar ekspor produk kayu olahan Indonesia. ”Indonesia telah menjadi pelopor dalam penerapan
SVLK, dan dari tahun ke tahun ekspor kayu olahan berbasis SVLK menunjukkan tren yang terus meningkat. Kami mendukung pengembangan market intelligence dan pelaksanaan misi dagang ke Indonesia, khususnya untuk mendorong investasi dan perdagangan, serta mempromosikan penerapan SVLK, ” kata Rufi’ie.
Duta Besar RI untuk Korea, Umar Hadi, menyambut baik usulan FKMI untuk penguatan ekspor produk kayu olahan Indonesia ke Korea pasca Covid-19.
“Indonesia saat ini menjadi mitra utama
perdagangan kayu olahan dengan Korea, dengan tren ekspor yang terus meningkat dan saat ini berada di posisi ke-3 setelah Vietnam dan China,” jelas Umar.
Hadi menambahkan, potensi perluasan produk kayu olahan Indonesia yang berbasis SVLK ke Korea sangat terbuka lebar, terlebih sejak Oktober 2018 Korea sudah memberlakukan undang-undang
mengenai Sustainable Use of Timber. Di samping itu, Korea adalah negara yang 70 persen dari aktivitas perekonomiannya tergantung dari perdagangan internasional.“Panel kayu masih menjadi produk ekspor utama Indonesia dan dengan adanya rencana pemberlakuan antidumping untuk produk
panel dari Vietnam ke Korea, tentunya ini menjadi peluang bagi Indonesia memperluas pangsa pasar
produk panel.
Selain itu, diversifikasi produk seperti smart furniture yang ramah lingkungan dengan kualitas dan desain yang menarik akan meningkatkan daya saing untuk penetrasi ke pasar Korea.