Jakarta, Portonews.com – Kelambanan industri turunan batu bara yang dikeluhkan Presiden Joko Widodo mendapat respon dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman.
“Presiden justru lebih percaya sama konglomerat pemilik 7 PKPB (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara), sampai mengubah UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 menjadi UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020,” kata Yusri pada Portonews, Sabtu (31/10/2020).
Padahal menurut Yusri, UU Minerba terbaru lebih mengomodir kepentingan para taipan batubara daripada kepentingan nasional.
“Seharusnya semua tambang batubara PKP2B itu yang akan berakhir dan sudah berakhir kontraknya menurut UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009, semuanya dikembalikan kepada negara, hak prioritas diberikan kepada BUMN Tambang,” tegas Yusri. Pemerintah, lanjutnya, seharusnya menugaskan BUMN Tambang mempercepat proses hilirisasi. Sebab para taipan batubara enggan menjalankan proses hilirisasi dengan alasan tidak ekonomis.
“Mereka, para taipan itu mau gampang dan praktisnya saja, dengan menambang langsung jual eksport dapat cuan,” terang Yusri. Tapi, sekarang nasi telah jadi bubur.
Jamak diketahui, Presiden Joko Widodo
meminta peta jalan optimalisasi batu bara di dalam negeri dapat disusun secara cepat. Peta jalan tersebut dibutuhkan untuk pengembangan industri yang terintegrasi dari hulu sampai ke hilir. Jokowi menilai Indonesia sudah terlalu lama menjadi pemain ekspor batu bara mentah. Hal tersebut membawa kerugian karena negara tidak bisa menikmati nilai tambah dari batu bara yang dihasilkan.
“Saya ingin dicarikan solusi mengatasi kelambanan industri turunan batu bara ini. Kita sudah lama sekali mengekspor batu bara mentah. Saya kira memang harus segera diakhiri,” ujar Jokowi beberapa waktu lalu.
Dia menegaskan sektor batu bara harus bisa menghasilkan nilai tambah. Artinya, batu bara tidak dijual secara mentah tetapi harus diolah menjadi produk-produk turunan yang memiliki harga jauh lebih tinggi.