Jakarta, Portonews.com – Kalangan pengusaha industri minyak dan gas bumi (migas) merasa was-was dan ketar-ketir dengan kasus yang menjerat mantan bos PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan. Pasalnya, aksi keputusan perusahaan bakal berakhir di wilayah pidana.
“Paling enggak, hari ini industri migas melihat kasus Karen sebagai sesuatu yang agak mengkhawatirkan,” kata Hilmi Panigoro, President Director Medco Energi pada sejumlah media, termasuk Portonews, seusai menjadi saksi dalam persidangan dengan terdakwa Karen Agustiawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2019).
Menurutnya, apa yang terjadi pada eks bos Pertamina ini menjadi preseden buruk. “Saya pikir ini memberikan gelombang preseden buruk. Bahwa keputusan aksi korporasi bisa berakhir di ranah pidana,” tegasnya. Kecuali kalau ada fraud atau conflict of interesting itu hal yang lain.
Dia beranggapan, selama keputusan diambil dengan Good Fact dan intensi yang baik untuk kepentingan perusahaan, kegagalan itu harusnya diterima. “Di due dilligence sudah dilakukan, semua mitigasi sudah dilakukan bahwa kalau produksi tidak sesuai yang diharapkan, nah itulah bagian dari resiko. Tidak ada fraud dan konflik internet,” tandasnya.
Saat ditanyakan keikutsertaan Pertamina dalam biding dianggap hanya sebagai pembelajaran oleh pihak Komisaris, Hilmi menyatakan hal tersebut mustahil dilakukan perusahaan sebesar Pertamina. “Saya kira enggak ada ya. Saya melihat apa yang terjadi di BMG ini pure risiko bisnis yang umum dihadapi korporasi. Saya kira eggak ada korporasi yang sengaja produksi diturunkan,” paparnya. Bila melihat kerugian jangan hanya dari satu proyek, di tahun itu ada beberapa keberhasilan dan kegagalannya.
“Inilah sifat dari bisnis migas. Ada dry hole eksplorasi. Ada suhu pengembangan yang gagal tapi ada yang berhasil. Banyak yang berhasil makanya untung besar Pertamina,” tandasnya seraya menceritakan bahwa Medco pun pernah rugi di luar negeri tetapi tidak dipidanakan.
Sementara Karen mengutarakan, dari saksi yang sudah dihadirkan di persidangan sebenarnya dakwaan-dakwaan itu sudah patah. “Misalnya, katanya tadi melakukan akuisisi tidak melakukan due dilligence, padahal due dilligence internal dari tim ETPC itu menjadi patokan saya untuk menghitung Investment analisis. Dan due dilligence dari Baker dan dilloite itu semua sudah ada pada SPA atau JOA,” katanya.
Istri Herman Agustiawan membantah bila disebut tidak ada persetujuan Komisaris terkait akuisisi BMG Australia. “Ada kok! Justru Komisaris yang mencela-mencle. Sudah kasih persetujuan kita, sudah tanda tangan, terus dia bilang tidak setuju. Tapi semua itu sebetulnya sudah di RUPS kan di Tahun 2009. Dan RUPS sudah memberikan rilis and disscard sehigga tanggungjawab sebetulnya sudah dilimpahkan ke Kemen BUMN,” papar Karen.