Jakarta, Portonews.com – Presiden petahana Joko Widodo membantah anggapan tentang derasnya impor komoditas pangan. Jokowi mengatakan saat ini Indonesia justru surplus beras.
“Pada 1984 saat Indonesia swasembada pangan, produksi berasnya 21 juta ton. Pada 2018, produksi beras kita mencapai 33 juta ton dan konsumsi sekitar 29 juta ton,” kata Jokowi dalam Debat Capres 2019 episode kedua di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019) malam.
“Ada surplus sekitar 2,8 juta ton. Namun kita tetap butuh impor untuk menjaga stok dan men-stabilkan harga. Kita juga harus punya cadangan untuk menghadapi bencana alam dan gagal panen,” ujar mantan gubernur DKI Jakarta dan wali kota Solo itu.
Sang penantang, Prabowo Subianto, tidak puas dengan pernyataan Jokowi. “Ini jawaban yang selalu kita dengar. Seharusnya kita berdayakan prdusen kita sendiri. Jika sudah kelebihan stok, kenapa harus impor? Apakah tidak lebih baik devisa dihemat untuk membuka lahan baru serta menyediakan benih dan pupuk” kata calon presiden nomor urut 02 itu.
“Ekonomi harus untuk rakyat. Bukan rakyat untuk ekonomi. Petani minta harga yang baik dan tidak impor saat panen. Menteri Perdagangan memperbolehkan impor satu bulan sebelum panen. Ini yang dikeluhkan petani kita di mana-mana,” ujar Prabowo.
Jokowi menjawab diplomatis. “Yang paling sulit adalah menjaga keseimbangan harga. Petani senang, konsumen juga senang. Jika menaikkan HET (harga eceran tertinggi) gabah, harga beras mungkin tidak terjangkau oleh konsumen. Harus ada keseimbangan agar petani dan konsumen dapat keuntungan,” kata calon presiden nomor urut 01 itu.
Jokowi kembali mengingatkan pentingnya membangun infrastruktur pertanian. Menurutnya, saat ini baru 11 persen kebutuhan air untuk lahan pertanian bisa dipenuhi. “Dengan 49 bendungan baru yang dibangun, angkanya baru mencapi sekitar 20 persen. Kita masih butuh lebih banyak bendungan baru di semua provinsi,” kata Jokowi.