Jakarta, Portonews.com – Setidaknya 30 orang meninggal dunia akibat banjir di Sulawesi Selatan. Air menggenangi 10 kabupaten di provinsi itu sejak 21 Januari 2019 setelah air dari Waduk Bili-Bili meluap. Dampak terparah dialami Kabupaten Gowa dan Maros.
Jumlah korban jiwa masih bisa bertambah. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Kamis (24/1/2019) 25 orang belum ditemukan. Sebanyak 47 orang mengalami luka-luka dan total 3.321 jiwa mengungsi.
Rumah yang terendam mencapai 2.694 unit dengan 74 unit di antaranya mengalami kerusakan. Air juga menggenangi 13 sekolah, enam rumah ibadah, dan dua pasar. Setidaknya sembilan jembatan putus akibat terjangan banjir.
Banjir diduga dipicu oleh penambangan liar galian C. Yang dimaksud galian C antara lain batu, kerikil, pasir, dan tanah liat.
“Setelah dipantau, ternyata penambang itu luar biasa banyaknya di Sulsel. Nah, inilah yang jadi penyumbang sedimen yang masuk ke Bendungan Bili-Bili Gowa dan menyebabkan banjir,” kata Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah seperti laman berita Fajar.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel pernah menyebutkan bahwa maraknya eksploitasi tambang menjadi potensi banjir semakin besar di provinsi itu. Untuk itu, Nurdin mengatakan pihaknya akan bekerjasama dengan pemda terkait untuk mengkaji ulang perizinan yang dimiliki oleh penambang. “Kami akan tinjau galian tambang C. Kita akan buat kajian,” ujarnya.
Sementara itu, hujan dengan intensitas tinggi telah mengguyur hampir seluruh wilayah di Sulsel. Nurdin mengimbau seluruh masyarakat untuk tetap berhati-hati dalam beberapa hari ke depan.
Kelurahan Paccerakkang menjadi area yang paling parah terkena dampaknya. Ketinggian airnya mencapai dada orang dewasa. Sementara enam kabupaten di Sulawesi Selatan yang berdampak, antara lain Gowa, Takalar, Jeneponto, Maros, Pangkep, dan Barru.
Tingginya curah hujan tidak diimbangi dengan sistem drainase yang baik bisa menyebabkan air menggenang. Sebagai gambaran, jika curah hujan 1 mm jatuh ada area seluas 1 m persegi (air tersebut tidak mengalir, meresap, atau pun menguap), volume air yang akan tertampung adalah sebanyak 1 liter.
Air kiriman ini mengalir ke sungai-sungai di enam kabupaten tersebut, hingga akhirnya meluap. Bahkan, sebuah jembatan dekat Bendungan Bili-Bili, Kabupaten Gowa roboh akibat diterjang arus Sungai Jeneberang. Airnya sendiri berasal dari pegunungan Bawakaraeng. Ketinggian air di Bendungan Bili-Bili sudah di ambang batas, yaitu 103 meter. Tak hanya itu, jembatan kembar antara Makassar dan Kabupaten bagian selatan Sulsel sempat ditutup karena bergoyang.