Jakarta, Portonews.com – Lebih dari 4,3 juta orang akan memberikan suaranya pada pemilihan umum Hong Kong, Minggu (24/11/2019). Pemilu ini adalah yang pertama diselenggarakan pemerintah sejak negara kota itu diterpa gelombang unjuk rasa.
Pemungutan suara ini digelar untuk memilih anggota dewan distrik, lembaga pemerintahan yang lebih rendah yang mengurus permasalahan lokal seperti jalur bus dan fasilitas rekreasi. Masa bakti anggota dewan distrik ini empat tahun. Total terdapat 18 dewan yang mewakili masing-masing distrik yang tersebar di Hong Kong.
Di tengah kuatnya protes anti-pemerintah, yang sudah berlangsung lebih dari lima bulan, pemilu kali ini tampaknya menjadi lebih penting. Inilah kesempatan warga Hong Kong menentukan pendapatnya secara konstitusional.
“Pemilu nanti akan menjadi barometer yang mencerminkan sentimen sosial dan juga apakah rakyat mendukung pemerintah atau pengunjuk rasa. Atau mungkin rakyat sudah lelah dengan semua kekerasan yang terjadi,” kata dosen senior jurusan jurnalistik Universitas Baptis Hong Kong, Bruce Lui, seperti dikutip cnbc.com, Jumat (22/11/2019).
Lui memperkirakan sebagian pemilih akan memperlihatkan simpatinya terhadap pengunjuk rasa. Tapi dia juga yakin ada pemilih yang bakal membela polisi meski aparat hukum dituduh melakukan penindakan berlebihan terhadap demonstran.
Kubu pro-demokrasi diprediksi meraih kemenangan di beberapa distrik. Tapi kubu pro-Beijing kemungkinan tetap akan mendominasi dewan. “Beberapa bulan lalu, saya menduga kandidat oposisi bisa menang besar,” kata wakil ketua Asosiasi Cina untuk Kajian Hong Kong dan Makau, Lau Siu-kai.
“Tapi sekarang, saya rasa selisih kemenangannya akan lebih kecil, dan akan semakin kecil jika tindak kekerasan terus terjadi,” ujarnya.
Sistem Pemilu
Sejak Hong Kong dikembalikan Inggris ke pangkuan Cina pada 1997, bandar internasional ini dikelola di bawah prinsip “satu negara, dua sistem”. Kebijakan ini memungkinkan Hong Kong menyelenggarakan pemerintahan sendiri dan memiliki banyak kebebasan, termasuk pemilu. Warga Hong Kong juga menikmati otonomi yang jauh lebih luar dibanding kerabatnya di Cina.
Berdasarkan sistem elektoral yang berlaku, hanya 94 persen kursi dewan distrik dan setengah kursi di dewan legislatif yang dipilih lewat pemilu. Kepala eksekutif Hong Kong, yang merupakan pemimpin pemerintahan negara kota ini, hanya bisa dicalonkan dan dipilih oleh komite yang terdiri atas 1.200 orang anggota, yang sebagian besarnya adalah elite pro-Beijing.