Jakarta, Portonews.com – Rakyat Aljazair berunjuk rasa menuntut Presiden Abdelaziz Bouteflika mundur, Jumat (8/3/2019). Sekitar 20 juta orang disebutkan ikut dalam unjuk rasa yang digelar di Algier dan beberapa kota lan.
Polisi antihuru-hara menembakkan gas air mata untuk mencegah demonstran mendekati istana presiden. Tapi secara umum, aksi ini berjalan damai. Media lokal menyebut hampir 200 orang ditahan oleh pihak keamanan.
Gelombang protes dimulai sejak akhir Februari 2019 setelah Bouteflika mengumumkan niatnya untuk mencalonkan diri lagi sebagai presiden. Bouteflika sudah berkuasa selama empat periode di negeri itu.
Sang presiden sendiri masih berada di rumah sakit di Swiss. Dia sudah memerintah Aljazair selama 20 tahun terakhir tapi jarang muncul di depan publlik sejak kena stroke pada 2013.
Dia mengangatan bahwa unjuk rasa ini bisa menyeret Aljazair ke dalam “chaos”. Dalam pesan tertulis yang disiarkan oleh kantor berita pemerintah, APS, Kamis (7/3/2019), Bouteflika memerintahkan tindakan tegas terhadap pihak dalam dan luar negeri yang kemungkinan menyusup dalam aksi unjuk rasa. Tapi presiden berusia 82 tahun itu juga memuji demonstran yang telah “menyuarakan pendapatnya dengan damai”.
Unjuk rasa kemarin adalah demonstrasi terbesar menentang Presiden Bouteflika. Polisi dikerahkan di sepanjang jalur prodes, dan helikopter diterbangkandi atas ibu kota. Semua layanan kendaraan umum di Algier sempat dihentikan karena aksi ini.
Unjuk rasa serupa juga terjadi di Oran, kota terbesar kedua di Aljazair, dan di Tizi Ouzou. Di media sosial, aksi serentak ini disebut dengan tagar Gerakan 8 Maret. Sejumlah anggota dewan legislatif dari partai berkuasa, FLN, dilaporkan mendukung pengunjuk rasa.
Gelombang protes muncul setelah Bouteflika mengumumkan keinginan untuk melanjutkan kekuasaannya ke periode kelima. Untuk mendinginkan keadaan, Bouteflika kemudian mengeluarkan pernyataan bahwa dia akan mengundurkan diri jika terpilih kembali. Tapi pernyataan itu tidak memuaskan demonstran.
Generasi muda Aljazair frustrasi dengan minimnya kesempatan mendapatkan penghasilan. Mereka melihat Aljazair belum lepas dari kelompok elite yang korup sejak negeri itu merdeka dari Prancis.
Dalam unjuk rasa kemarin, beberapa spanduk memperlihatkan pesan “Aljazair adalah republik, bukan kerajaan” dan “Jangan gelar pemilu hingga gerombolan penjahat dijatuhkan”.