Jakarta, Portonews.com – Pakiskan melayangkan protes terhadap India terkait pencabutan status istimewa Kashmir. Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan status tersebut membuat Kashmir sulit maju.
“Sebagai bangsa, kita sudah mengambil keputusan bersejarah. Akibat sistem di masa lalu, rakyat Jammu dan Kashmir dan Ladakh kehilangan banyak haknya. Keistimewaan itu juga menjadi hambatan utama dalam pembangunan. Sekarang hambatan itu sudah dihilangkan,” kata Modi seperti dikutip CNN, Jumat (9/8/2019).
“Saya yakin bahwa rakyat Jammu dan Kashmir mampu mengalahkan separatisme dan melangkah maju dengan harapan baru,” ujarnya.
Sebelumnya, India salah satu pasal yang menyebutkan status istimewa untuk Jammu dan Kashmir. India dan Pakistan memperebutkan kawasan Kashmir. Di India, keputusan Modi disambut gembira warganya. Pencabutan status istimewa itu dianggap sebagai kemenangan India atas Kashmir.
Pasal 370 Konstitusi India, yang sudah diterapkan sejak 1949, menyatakan bahwa negara bagian Jammu dan Kashmir disebut sebagai kawasan otonomi khusus, dengan bendera dan konstitusi sendiri.
Pencabutan Pasal 370 memungkinkan, warga yang bukan penduduk membeli properti di Jammu dan Kashmir. Warga dari luar negara bagian itu nantinya juga diperkenankan melamar pekerjaan atau beasiswa yang sebelumnya hanya dialokasikan untuk penduduk setempat.
Pengamat mencemaskan kebijakan ini akan mengubah demografi penduduk di negara bagian yang mayoritas warganya Muslim itu. Hal inilah yang memicu protes Pakistan.
Janji Kampanye
Pasal 370 sejak lama menjadi bahan utama perdebatan di panggung politik India. Pencabutannya adalah salah satu janji Modi di masa kampanye beberapa waktu lalu.
Perubahan ini dilanjutkan dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Reorganisasi Jammu dan Kashmir. RUU ini dibuat untuk memperkuat kendali New Delhi atas negara bagian tersebut.
Ladakh, kawasan terpencil di pegunungan yang saat ini masuk wilayah Jammu dan Kashmir, juga akan dipisahkan menjadi teritori yang berdiri sendiri. Pengamat mengatakan perubahan status Kashmir ini berisiko meningkatkan ketegangan dan memicu kekerasan di kawasan yang sejak dulu tidak stabil.
India menguasai 45 persen Jammu dan Kashmir, di belahan selatan dan timur. Pakistan menguasai Azad Kashmir, Gilgit, dan Baltistan, kira-kira 35 persen dari luas wilayah di belahan utara dan barat. Kedua negara memperebutkan kawasan itu sepenuhnya. Cina menguasai sekitar 20 persen sisanya yaitu kawasan yang disebut sebagai Aksai Chin.
Status Kashmir adalah salah satu permasalahan paling lama di agenda PBB. India dan Pakistan sama-sama mengajukan klaimnya setelah kedua negara itu meraih kemerdekaan. India, yang mayoritas Hindu, dan Pakistan, yang mayoritas Muslim, dua kali berperang memperebutkan Kashmir pada 1947 dan 1965. Pada 1999, kedua negara bertetangga itu nyaris berperang lagi. Sejak 1989, lebih dari 47.000 orang terbunuh dalam berbagai tindak kekerasan di Kashmir.