Jakarta, Portonews.com – Perdana Menteri Boris Johnson menegaskan tanggal Inggris keluar dari Uni Eropa (UE). Dengan atau tanpa persetujuan organisasi itu, Johnson mengatakan Brexit bakal terjadi pada 31 Oktober 2019.
Pada Rabu (14/8/2019), mantan menteri keuangan Philip Hammond menuduh Johnson sengaja mengacaukan kesepakatan dengan UE. Hammond juga mengingatkan bahwa Parlemen Inggris punya wewenang membatalkan apapun keputusan Johnson tentang Brexit.
“Tidak ada mandat dari rakyat untuk Brexit tanpa kesepakatan dan tidak ada mandat dari parlemen untuk hal sebaliknya. Kelompok garis keras pasti akan menentang tapi jumlah mereka bukan yang terbanyak,” kata Hammond seperti dikutip Reuters.
Kantor Perdana Menteri Inggris tidak mau berkomentar. Tapi sumber anonim di lingkungan Johnson menuduh Hammond gagal menyelesaikan tugasnya selagi menjabat menteri keuangan. Hammond juga disebut punya agenda pribadi untuk menunda Brexit. Kecaman terhadap komentar Hammond juga dilontarkan beberapa orang menteri.
Hammond menyerang lagi. Di jejaring media sosial Twitter, dia mengatakan ingin mewujudkan Brexit. Tapi, dia menegaskan perlu disepakatinya Perjanjian Keluar antara Inggris dan Uni Eropa. Tanpa kesepakatan yang jelas, peralihan tidak akan berjalan dengan mulus dan hal itu mengancam stabilitas perekonomian Inggris.
Parlemen akan kembali dari masa resees pada 3 September 2019 mendatang. Mereka akan bersidang di Istana Westminster untuk membahas apa saja yang harus dilakukan agar Inggris mendapatkan manfaat maksimal dari Brexit.
Buat Johnson, tanggal 31 Oktober nanti akan menjadi penentuan kelanggengan pemerintahannya. Jika salah langkah, usia pemerintahannya hanya seumur jagung. Jika gagal membendung mosi tidak percaya, Johnson masih bisa menunda pemilihan umum hingga November 2019.