Jakarta, Portonews.com – Ikhwanul Muslimin meminta penyebab kematian Muhammad Mursi diselidiki. Mantan presiden Mesir itu dilaporkan mengalami serangan jantung saat menjalani persidangan, Senin (17/6/2019).
Mursi diadili dalam kasus spionase. Politikus berusia 67 tahun itu minta izin menyampaikan pendapat sebelum sidang berakhir. Setelah sekitar lima menit Mursi berbicara, hakim menunda sidang. Mursi kemudian dikembalikan ke kurungan di ruang sidang. Tidak lama kemudian, Mursi tidak sadarkan diri.
Otoritas Mesir mengatakan Mursi mengembuskan napas terakhirnya di rumah sakit pada pukul 16.50 waktu setempat. Pernyataan pemerintah juga menyebutkan tidak ada luka di tubuh Mursi.
Kuasa hukum Mursi, yang juga pengacara Ikhwanul Muslimin, Abdel Moneim Abdel Maqsoud mengatakan kliennya mengakhiri pernyataannya dengan mengutip sebait puisi. “Saya tetap mencintai negara saya meski negara menekan saya. Bangsa saya tetap terhormat meski mereka tidak adil terhadap saya,” kata Maqsoud menirukan ucapan Mursi.
Maqsoud menambahkan bahwa Mursi tidak diizinkan bertemu kuasa hukumnya. Mursi juga dilarang berkomunikasi dengan dunia luar atau keluarganya. Maqsoud menyebutkan Mursi ditahan di ruang yang terisolir.
Putra Mursi, Abdullah, mengaku dilarang mengunjungi ayahnya. “Sejak 2013, pihak keluarga hanya boleh menemuinya tiga kali,” ujarnya seperti dikutip CNN.
Erdogan Prihatin
Pada Senin malam, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan keprihatinannya atas kematian Mursi. Kantor berita pemerintah Turki, Anadolu, mengatakan Erdogan menyebut Mursi sebagai kerabat dan martir.
Erdogan juga mencuitkan pendapatnya tentang kematian Mursi. “Dia telah melewati salah satu perjuangan demokrasi terbesar sepanjang sejarah,” tulis Erdogan di Twitter.
Mursi, tokoh Islamis yang menempuh pendidikan di California, AS, terpilih sebagai presiden Mesir pada Juni 2012. Dia menjadi pemimpin pertama negeri itu yang dipilih secara demokratis. Pemilu digelar setelah tumbangnya Husni Mubarak pada 2011.
Meski terpilih lewat pemilihan umum, Mursi gagal memimpin secara demokratis. Dia terus dituding memerintah secara otoriter dan memaksakan diterapkannya hukum syariah.
Rakyat yang didukung militer menumbangkan Mursi pada 2013. Setelah militer berkuasa, Ikhwanul Muslimin dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Pemerintahan kemudian dipegang oleh Panglima Angkatan Bersenjata Mesir, Abdel Fatah al-Sisi. Pada 8 Juni 2014, Al-Sisi dinobatkan sebagai presiden keenam Mesir.