Jakarta, Portonews.com – Drama pengepungan kampus Universitas Politeknik Hong Kong (PolyU) berakhir sudah. Polisi mengembalikan pengawasan ke pejabat kampus, Jumat (29/11/2019).
Sekitar dua pekan polisi mengepung PolyU yang menjadi tempat perlindungan pengunjuk rasa. Dalam kurun waktu itu, polisi menangkap ratusan orang demonstran. Dalam dia hari terakhir, polisi mengamankan hampir 4.000 bom molotov di dalam kampus. Polisi juga menemukan bahan peledak dan beberapa botol cairan asam.
“Tidak akan ada seremoni atau acara jabat tangan atau hal semacam itu,” kata asisten komisaris polisi, Chow Yat-ming, seperti dikutip New York Times.
Gelombang unjuk rasa menerpa Hong Kong sejak Juni 2019 lalu. Mereka menolak rancangan undang-undang ekstradisi yang dinilai bisa memperkuat cengkeraman Cina.
Sejumlah perguruan tinggi Hong Kong menjadi pusat pergerakan mahasiswa. Keadaan memanas setelah seorang pelajar bernama Chow Tsz-lok yang jatuh dari tempat parkir dalam operasi polisi.
Universitas Cina di Hong Kong diduduki oleh pengunjuk rasa selama lima hari pada pertengahan November. Sejumlah kampus terpaksa memperpendek semesternya karena konflik berkepanjangan ini.
Di Universitas Politeknik, mahasiswa yang menggelar unjuk rasa pada 11 November 2019 bergabung dengan demonstran militan. Pengunjuk rasa garis kerasa ini berusaha menghalau polisi dari kampus. Mereka memperkuat posisinya dengan bom molotov, batu bata, dan ketapel raksasa.
Pada 17 November 2019, polisi mengancam menggunakan tindakan tegas dan memperingatkan bahwa siapa saja yang berbuat rusuh bisa ditangkap.
Sejumlah demonstran membakar gardu tol dekat kampus. Aksi anarkistis ini memaksa polisi bertindak tegas. Polisi tidak dapat begitu saja menanggap para perusuh yang bersembunhyi di dalam kampus.
Polisi mengatakan lebih dari 5.800 orang ditangkap terkait aksi massa sejak Juni lalu. sekitar 1.500 orang di antaranya ditahan dalam dua hari terakhir.