Jakarta, Portonews.com – Beredarnya informasi bahwa PT Pertamina (Persero) mengundang tenaga asing sekaligus menyewa peralatan untuk membantu menyelesaikan tumpahan minyak di sumur YYA-1 milik Pertamina Hulu Energi Offshore Northwest Java (PHE ONWJ) dibenarkan oleh Taufik Aditiyawarman, Incident Commander PHE ONWJ.
Menurutnya, pihak tenaga asing masih dalam kontrol sesuai kontrak dan peraturan yang ada. “Tenaga asing semuanya ada dalam kontrol kami melalui kontrak-kontrak yang tentunya sesuai dengan aturan yang ada Kontaktor Kontrak Kerja Sama (KKS) yang tentu juga SKK Migas. Sama halnya minyak seperti kita akan memasang anjungan lepas pantai. Yang mungkin saya pernah memasang 4.000 ton. Di Indonesia itu tidak ada, ya kemana lagi? Kita juga tidak bisa munafik, kerja semuanya 100 persen sementara faktanya kita belum mampu,” kata Taufik menjawab pertanyaan Portonews dalam acara Konferensi Pers penanganan peristiwa di Anjungan YYA-1 PHE ONWJ di Laut Jawa pada Kamis (8/8/2019)
di Kantor Pusat PT Pertamina (Persero)
Gedung Utama, Lantai Ground Jl. Medan Merdeka Timur No. 1A
Jakarta Pusat.
Dalam kondisi emergency seperti sekarang, pada prinsipnya adalah semakin cepat menyelesaikan masalah ini semakin baik. “Dampaknya akan lebih sedikit. Untuk semua, bukan hanya untuk Pertamina, KKS, dan dunia migas,” kata Taufik.
Dia juga menyatakan bahwa peristiwa tumpahan minyak ini adalah bencana. “Saya kira ini bencana industri migas, sehingga semua bahu-membahu dan memberi pertolongan. “Tenaga asing ini tentunya berdasarkan kapabilitas dan kompetensinya di industri migas. Kita tidak sembarang ambil orang asing dari Kebon Sirih, misalnya. Enggak. Ini ada kualifikasinya dan sertifikasi industri migas dengan KESDM,” tegas Taufik.
Terkait International Maritime Organization (IMO), Taufik mengutarakan bahwa IMO hanya untuk mengatur shift kapal, kapten kapal, crew kapal, dan maintainance kapal. “Sama seperti saya, saya lahir di migas, tapi saya tidak punya IMO,” katanya.
Lebih jauh Taufik mengutarakan bahwa
orang yang kompeten untuk memasang pipa, memasang anjungan, termasuk well control tidak perlu sertifikasi IMO. “Saya sudah konsultasi ke Kepala Inspeksi Tambang Migas, Pak Adi. Karena jalurnya itu,” lanjut Taufik. IMO konteksnya
ada di Perhubungan Laut. Kapal-kapal tersebut mempunyai IMO semua, ada IMO register.
Sementara itu, Dharmawan H.Samsu, Direktur Hulu Pertamina, juga menjawab pertanyaan terkait sinyalemen Elnusa yang akan menjadi mitra kerja pihak asing untuk membantu PHE ONWJ.
Menurutnya, di Pertamina Hulu ada dua services APH. “Pertama, Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI). Kedua, Elnusa. Kedua perusahaan ini melakukan services di dunia migas. Baik Pertamina hilir maupun hulu. Tapi khususnya di Hulu. Perusahaan ini seharusnya bisa berkompetisi untuk mendapatkan pekerjaan dan tender. Bisa di Pertamina maupun non-Pertamina,” kata Dharmawan. Untuk Elnusa yang mempunyai kemampuan baik onshore maupun offshore. “Dia memiliki kemampuan untuk geo-survey, untuk aplikasi dan engineering. Elnusa juga bekerja sama dengan berbagai perusahaan.
“Tentu alangkah baiknya, Elnusa juga memiliki opportunity untuk membantu Pertamina Grup dalam melaksanakan kegiatan hulu. Itu sebenarnya. Kita mengerahkan banyak grup Pertamina dalam melakukan upaya penanggulangan tumpahan minyak ini. Misalnya seperti tadi kita melihat 5 ton pasir yang mengandung minyak yang sudah diangkat. Itu dikerjakan oleh Patraniaga,” papar Dharmawan.
Dan Elnusa, lanjut Dharmawan, juga memiliki kemampuan dari sisi merenovasi. “Saya berbicara bahwa mereka juga memiliki services dalam penanggulangan ini. Dan
Elnusa juga sudah memenangkan beberapa tender internasional,” ungkap Dharmawan.