Jakarta, Portonews.com – Peningkatan kinerja ekspor pertanian ke beberapa negara Asia dan Eropa berdampak positif pada neraca perdagangan Indonesia. Beberapa produk di antaranya berasal dari komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.
“Contohnya adalah ekspor dan impor produk pertanian kita dengan Malaysia. Neraca dagang pertanian kita selalu positif atau surplus dalam lima tahun terakhir. Untuk 2019 sampai bulan Maret saja, neraca perdagangan komoditas pertanian Indonesia dengan Malaysia, kita surplus 480,442 ton, dengan nilai US$241 juta,” ujar Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri, Jumat (21/6/2019).
Menurut Kuntoro, berdasarkan data sampai bulan Maret 2019, ekspor pertanian Indonesia ke Malaysia mencapai 513,917 ton, senilai US$287 juta.
“Sementara, Impor pertankan kita dari Malaysia sampai Maret 2019 hanya 33,476 ton, atau senilai US$44 juta,” jelasnya.
Selain Malaysia, trend yang sangat positif dan surplus ini juga dialami dalam kerja sama dagang dengan negara-negara lain di Asia seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Filipina.
Adapun khusus untuk pasar Cina, nilai pasarnya masih potensial, terutama bagi produk pertanian Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari neraca perdagangan pertanian Indonesia-Cina pada tahun 2018 yang mengalami surplus sebesar US$2,265 miliar.
“Nilai ekspor pertanian Indonesia ke Cina pada tahun 2018 mencapai US$4,025 miliar, atau meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan transaksi sebelumnya yang hanya US$2,058 miliar,” katanya.
Produk Unggulan
Kuntoro mengatakan, ada lima produk pertanian yang menjadi andalan ekspor ke berbagai negara di Asia dan Eropa. Kelimanya masing-masing adalah kelapa sawit, karet, kelapa, produk hewan, dan kakao.
“Untuk kelapa sawit masih menjadi andalan kita karena nilainya yang cukup besar. Saat ini kita mencatat sudah sebanyak 3,935 juta ton kelapa sawit diekspor ke Cina dengan nilai transaksi mencapai US$2,69 miliar,” katanya.
Sebenarnya, Indonesia masih memiliki potensi mengekspor produk pertanian ke Cina. Walaupun, sejumlah komoditas hortikultura dan perkebunan mengalami hambatan akses bea masuk yang masih tinggi. Di samping adanya standard sanitary and phytosanitary (SPS) yang sulit dipenuhi oleh petani Indonesia.
“Surplusnya neraca perdagangan kita dengan Cina membuktikan bahwa perdagangan kita masih unggul dibanding mereka. Jadi tidak benar kalau ada yang menyebutkan bahwa produk pertanian Cina membanjiri pasar kita. Justru sebaliknya, produk pertanian kita yang membanjiri pasar mereka,” katanya.
Surplus Dengan Eropa
Selain Pasar Asia, neraca perdagangan Indonesia untuk Eropa juga mengalami status positif alias meningkat signifikan. Ini terlihat jelas pada data yang dihimpun Pusdatin Kementan, dimana lalu lintas ekspor produk pertanian ke Belanda selama empat tahun terakhir mencapau 1,84 persen dengan rata-rata ekspor sebesar 3,13 juta ton per tahun.
Begitu juga dengan periode berikutnya, Indonesia mengalami surplus pada level perdagangan produk pertanian ke Belanda dengan angka rata-rata 3,07 juta pertahun atau meningkat 1,68 persen per tahun.
Kepala Pusat Data Sistem Informasi Kementerian Pertanian, Ketut Kariyasa, Kamis (20/6/2019) mengatakan bahwa sejak tahun 2014, Indonesia sudah mengalami surplus perdagangan produk pertanian yang berada pada level tinggi, utamanya dengan Spanyol, Belgia, Swedia, Denmark, dan Yunani.
“Indonesia juga tercatat mengalami surplus perdagangan produk pertanian dengan Italia yang mencapai rata-rata 1,18 juta ton pertahun. Kemudian dengan Finlandia 22,1 ribu ton per tahun, Irlandia 16,5 ribu ton per tahun, Prancis 9,5 ribu ton pertahun dan Luksemburg 4,1 ribu ton pertahun,” tukasnya.