Jakarta, Portonews.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) ternyata memiliki dasar pertimbangan kuat menunjuk kembali ConocoPhillips sebagai operator Blok Corridor hingga 2026.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman pertimbangan itu, meski mengangkangi peraturan, juga bersumber dari pasrahnya PT Pertamina (Persero) menerima keputusan tersebut. “Meskipun sikap pasrah itu patut dicurigai ada intervensi oleh orang
-orang kuat yang bisa menekan Presiden,” kata Yusri dalam keterangan persnya, Rabu (31/7/2019).
Direksi Pertamina, melalui siaran persnya, secara tidak langsung menyerah lantaran khawatir menjaga kestabilan lifting migas di Blok Corridor. Dalam siaran pers tertanggal 29 Juli 2019 disebutkan, Pertamina menerima tidak dijadikan sebagai operator pada saat terminasi Blok Corridor pada 2023. Namun, proses transisi baru akan dimulai pada 2026, dengan porsi saham tak lebih 27 persen.
“Itu artinya secara tegas Dewan Komisaris dan Direksi Pertamina mengakui klaim pemerintah yang diucapkan oleh Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto bahwa Pertamina diragukan kinerjanya menjaga blok migas terminasi,” kata Yusri.
Sebelumnya, Dwi Soetjipto juga secara terang-benderang meragukan kemampuan Pertamina dalam mengelola blok migas terminasi, meski ia juga mengultimatum Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) agar tetap menjaga lifting migas.
Dengan ketidakmampuan tersebut, Yusri mendesak agar Menteri BUMN segera mengambil langkah cepat dengan mengevaluasi jajaran direksi dan komisaris Pertamina. “Sebaiknya langsung diganti dengan yang lebih mampu, karena telah terbukti gagal meyakinkan Pemerintah bisa menjaga produksi blok migas yang akan terminasi,” tegas Yusri.
Konsekuensinya, sambung Yusri, pemerintah juga mengimbau Pertamina untuk tidak lagi melakukan aksi bisnis di luar negeri, terutama pembelian saham blok migas di luar Indonesia. “Bagaimana mungkin ke luar negeri kalau di dalam negeri saja tidak lagi dipercaya pemerintah,” tandas Yusri. Bahkan, dengan dasar ketidakmampuan Pertamina di dalam negeri tersebut, Yusri meminta aparat penegak hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menelisik aksi korporasi Pertamina di luar negeri.
“Pembelian saham migas di luar negeri yang selama ini dilakukan Pertamina menjadi patut dicurigai. Jangan-jangan ada kongkalikong di sana,” tandas Yusri.