Jakarta, Portonews.com – Pernyataan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto (Djoksis) terkait kompensasi bahwa Permen 27/2017 akan direvisi dan perlu beberapa hari untuk diundangkan di kemenkumham dan revisi Permen akan jauh lebih baik, dengan kompensasi minimum 100% maksimum 300%, tergantung interval jangka waktu pemadaman, mendapat respon dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Fahmy Radhi, pengamat ekonomi energi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Fahmy mempertanyakan pernyataan Djoksis dalam kapasitas sebagai apa? Apakah mewakili Menteri ESDM?
Menurut Fahmy, perubahan mendadak subtansi Permen 27/2017 bukan domain Djokosis, baik sebagai Plt Dirjen Migas, apalagi sebagai Sekjend DEN. “Mestinya Ridha sebagai Dirjen Kelistrikan yang menyampaikan di media terkait revisi Permen itu. Kalau benar akan ada perubahan subtansi Permen itu dalam waktu singkat, dikhawatirkan tidak aplicable. Pasalnya, perubahan itu mestinya tidak berlaku surut,” kata Fahmy pada Portonews, Jumat (9/8/2019).
Kalau dipaksakan berlaku surut, ungkap Fahmy, di satu sisi akan memberikan kompensasi lebih besar kepada konsumen terdampak. Namun, disisi lain semakin memberatkan beban PLN dalam pemberian kompensasi
“Kalau kompensasi semakin besar dan tuntutan koalisi konsumen dimenangkan oleh Pengadilan, dikhawatirkan PLN terancam bangkrut. Kalau benar bangkrut, PLN akan berubah menjadi Perusahaan Lilin Negara. Pada saat itu, bangsa Indonesia kembali ke Zaman Batu dalam Kegelapan,” katanya. Sebab PLN merupakan BUMN satu-satunya yang mengusahakan setrum.
Untuk mencegah potensi kebangkrutan PLN, lanjut Fahmy, perubahan Permen tersebut harus memperhatikan kepentingan konsumen dan PLN secara seimbang dan berkeadilan.