Jakarta. Portonews.com – Tren penurunan produksi minyak dan gas (Migas) terjadi secara alamiah, itu telah berlangsung lama. Plt Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Djoko Siswanto, menjelaskan, untuk menahan laju penurunan produksi – decline, dan menaikkan produksi dapat dilakukan tindakan diantaranya melalui pemeliharaan sumur-sumur produksi, secondary reovery, tertiary recovery dan melakukan peningkatan eksplorasi untuk menemukan cadangan baru.
Sempat terlontar dari mulut Pak Djoko (sapaan akrab Djoko Siswanto) bahwa siapapun Dirjen Migasnya, sepanjang tindakan tersebut tidak dilakukan, maka penurunan produksi Migas akan berlansung terus-menerus, karena penurunan produksi itu terjadi secara alamiah (decline). “Ini, terjadi secara alamiah,” katanya.
Dalam bicang-bincangnya dengan para wartawan, termasuk wartawan PORTONEWS.com, di Kantornya di bilangan jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Jumat (16/8), jebolan Teknik Perminyakan ITB (1998-1990), berujar, untuk mengkondisikan produksi Migas sekarang segera lakukan dua tindakan diatas, yakni tertiary recovery dan pengingkatan eksplorasi.
Tertiary recovery atau dikenal dengan enhanced oil recovery (EOR), upaya mengangkat sisa-sisa minyak di dalam perut bumi yang masih terjebak di puri-puri bebataun reservoir. Cara ini, kata Djoko, dapat diyakini membawa sukses karena telah dibuktikan oleh Chevron di beberapa sumur minyak di Riau, salah satunya adalah di Lapangan Minyak Duri.
Option kedua, kata Djoko, melakukan peningakatan eksplorasi, yaitu upaya-upaya antara lain untuk menemukan cadangan baru yang dimulai dengan kegiatan siesmik. Namun, cara ini selain memakan relatif lama 5 – 10 tahun juga tingkat kesulitannya lebih tinggi disebabkan wilayah operasinya frontier dan remote area yaitu laut dalam dan hutan lebat di kawasan timur Indonesia. Diakui, di wilayah barat masih ada cekungan minyak yang belum tergarap, namun progress pemerintah mengarakan kegiatan ekspolorasi ke kawasan timur Indonesia.
EOR
Untuk kondisi saat ini melakukan EOR lebih ideal. Sebab, mengacu pada teknik produksi, kata Djoko, pada tahap pertama proses produksi hanya mampu mengangkat sepertiga minyak saja yang bisa diproduksikan. “Sedangkan sisia minyak lainnya, masih terperangkap di dalam perut bumi yang terdapat di lapangan-lapangan minyak yang dimiliki Pertamina,” katanya.
Sementara, di wilayah barat Indonesia, lapangan-lapangan minyak yang rata-rata dimiliki Pertamina, yang sebagiannya telah dioperasikan melalui operasi bersama Joint Operating Body. Sayangnya, PoD-nya belum direalisasikan sesuai kesepakatan. “Ini, PoD-PoD segera kita dorong agar kita bisa mencapai target lifting,” kata Djoko -Siswanto.
Djoko Siswanto yakin, bila lapangan-lapangan minyak milik Pertamina PoD-nya dipatuhi, maka sisa minyak yang masih terperangkap tersebut bisa diproduksikan sebesar 10 – 15 persen melalui pemeliharaan sumur. “Tahap ini dsebut secondary recovery, yang banyak dilakukan Pertamina melalui program pemboran sumur work over,” ujarnya.
Seperti telah disinggung, tahap pertama produksi hanya mampu mengakat sepertiga minyak saja, tahap kedua (scondary rocovery) sebesar 15 persen saja, maka total perolehan baru mencapai 40 – 45 persen, berarti masih ada 55 persen minyak yang terjebak di dalam perut bumi. “Sisa minyak masih terjebak ini kita produksikan melalui EOR,” tandas Djoko Siswanto.
Pria kelahiran Jakarta 25 Mie 47 tahun silam yang aktif di IATMI ini secara tekenis mengutarakan bahwa EOR adalah upaya mengangkat atau menggiring sisa-sisa minyak menuju sumur produksi dengan mengijeksikan caiiran kimia, salah satuanya yang dikenal dengan caiaran surfaktan, yang telah dilakukan oleh Chevron di Lapangan Duri, Pekanbaru, Riau.
Berawal dari Duri, Djoko yakin EOR merupakan cara yang dapat untuk meningkatkan produksi dan mencapai lifting minyak pada kondisi saat ini. Oleh karena itu, ia meminta Pertamina untuk segera melakukan tahap proses tertiry recovery tersebut, mengingat saat ini lifting minyak baru mencapai setengahnya.
Djoko mencontohkan, EOR Tanjung yang sebelumnya diragukan, akan tetapi dalam kurun waktu 8 bulan sudah menunjukkan hasil yang signifikan. Yang tak kalah penting, injeksi bahan kimia tersebut juga harus diperhatikan peruntukannya sesuai dengan karakter minya pada sumur yang bersangkutan.
Eksekusi PoD
Sementara, Dirjen yang pernah dicopot dari jabatannya pada12 Juli lalu itu meminta PoD (Plan of Development) yang telah ditandtangani segeara dieksekusi atau direalisasikan guna untuk meningkatkan eksplorasi.
“Untuk mengkiatakan eksplorasi, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mendorong semua PoD-PoD yang telah ditandatangani untuk dilaksankan,” kata Djoko Siawnato.
Menariknya, kata Djoko Siswanto, sekarang upaya mendorong kegiatan dan peningkatan eksplorasi, pemerintah telah mengelontorkan dana sebesar U$S 2,46 milar serta Pemerintah juga telah menerbitan Permen Data untuk memberi kemudahan akses bangi stakeholder melihat data migas secara tersparan.
Djoko juga menjelaskan bahwa memberikan pilihan bagi PoD yang ingin berhijrah ke skema gross split. “Ini saatnya bagi PoD yang kecil-kecil itu ingin berpindah ke skema gross split,” katanya.