Jakarta, Portonews.com – Pembangunan di dunia pendidikan rupanya tidak steril dari virus korupsi. Ada dugaan penyimpangan menimpa beberapa proyek pembangunan rumah susun (Rusun) santri di berbagai pesantren di Aceh untuk tahun anggaran 2016 oleh Direktorat Jenderal Perumahan dan Pemukiman Kementerian PUPR, yang saat itu masih dibawah kendali Ir Syarif Burhanudin. Demikian diutarakan oleh Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman. Yusri mempertanyakan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena laporan dugaan penyimpangan telah dilaporkan ke lembaga anti penyuapan. Namun hingga kini masih belum ada progresnya.
Saperti diketahui, pada 28 Mei 2018 semua temuan lengkap hasil investigasi obyek semua lokasi pesantren itu oleh lembaga CERI secara resmi telah dilaporkan ke KPK. “Anehnya hingga kini belum ada tindakan apapun terhadap oknum oknum yang terlibat,” kata Yusri, dalam keterangan persmya, Senin (9/9/2019).
Adapun rusun pesantren yang bermasalah pembangunannya, lanjut Yusri, adalah pondok pesantren Al Madinatuddiniya Babusalam Peudada di Bireun, Pondok Pesantren Dayah Bustanul Huda di Julok dan STAIN Malikul Saleh di Loksumawe.
Menurut Yusri, tidak disangka-sangka, malah salah satu bekas pejabat daerah di Satker SNVT Aceh yang terlibat dalam proses pembangunan rusun pesantren di Aceh ini sudah dihukum dalam kasus lain, yaitu korupsi proyek SPAM yang kena OTT KPK pada 29 Desember 2018, karena saat kena OTT KPK itu dia sudah menjabat sebagai Kasatker SPAM darurat di Provinsi Lampung.
Menurut Yusri, semua kerusakan atau ketidak sesuai pelaksanaan pekerjaan yang dilaksanakan oleh KSO (Kerja Sama Operasi) PT Danapati Mulia dengan PT Kana Harapan Jaya saat itu telah lengkap bukti-buktinya diserahkan kepada KPK. “Peninjauan ulang kami terakhir pada Juni dan Juli 2019 semua kerusakan atau ketidak sesuaian penyelesian pekerjaan daripada bestek yang tertera dalam kontrak belum juga diperbaiki, sehingga kondisinya semakin memprihatinkan dan tak layak ditempati. Alangkah ruginya negara akibat perbuatan oknum- oknum ini,” papar Yusri.
Salah satu hal yang paling fatal, lanjut Yusri, adalah tidak ada suplai air terhadap rusun tersebut sehingga hampir semua kamar mandi dan WC tidak dapat digunakan. Bisa dibayangkan betapa jorok dan berselemak kotoran manusia disekitar WC.
Sebagai informasi, pada April 2018 semua temuan ini sudah dilaporkan kepada Inspektorat Jenderal PUPR, Ridhoi Anwar. Anehnya, bukan ditindak lanjuti tetapi malah diminta untuk menghubungi Direktorat Jenderal Perumahan Rakyat.
“Dugaan laporan penyimpangan kami ke KPK ini semakin kuat dan benar setelah beredar undangan lelang LPSE tertanggal 11 Juli 2019 (lpse.go.id nomor tender 54551064) untuk pekerjaan renovasi 2 pondok pesantren tersebut diatas dan Rusun STAIN Malikul Saleh dengan anggaran sekitar Rp 1,9 miliar. Tetapi hasil peninjauan kami terakhir, Juli 2019 dengan melihat kerusakan yang ada akibat tidak secara benar dikerjakan oleh kontraktor yang krdibel, malah diperjualbelikan kepada kontraktor yang tidak mempunyai pengalaman dan tidak punya modal. Oleh karena itu, Yusri berharap KPK tidak tebang pilih atau masuk angin terhadap dugaan perampokan keuangan negara di Kementerian PUPR.