Jakarta, Portonews.com – Minimnya usaha pendukung industri galangan kapal membuat harga produksi kapal melambung tinggi. Bahkan disinyalir biaya produksi kapal di Tanah Air lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain, seperti Cina dan Korea. Apa penyebabnya?
Menurut Baki Lee, Direktur PT Global Expo Management (GEM Indonesia) penyelenggara pameran Inamarine 2019, industri pendukung galangan kapal kurang berkembang. “Minimnya pendukung industri galangan kapal, seperti suku cadang dan teknologinya serta lain-lainnya,” kata Baki pada Portonews, Rabu (26/6/2019) di Jakarta. Padahal pemerintah telah mengeluarkan insentif tetapi harganya belum bisa turun.
Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah dapat membuat regulasi yang mendukung industri galangan kapal. “Kalau bisa harus dipungut pajak lebih tinggi bagi mereka yang membeli kapal yang sudah jadi,” ungkap Baki.
Bila pemerintah menginginkan industri galangan kapal dalam negeri kuat maka selayaknya ada permintaan dalam jumlah yang besar oleh pemerintah. “BUMN seperti Pertamina, Semen Gresik mestinya juga membeli produk kapal dalam negeri,” katanya.
Baki membocorkan sedikit informasi dari pemain galangan kapal, bahwa pada tahun ini industri galangan kapal sudah mulai bagus. “Mereka sangat bergantung pada industri batubara. Kalau pertambangan batubara berjalan bagus, maka kebutuhan perbaikan kapal akan besar. Ini yang akan menjadikan bisnis galangan kapal bergairah,” katanya optimis.
Ke depan, Baki berharap, Presiden RI terpilih, tidak saja membangun pelabuhan tetapi juga harus mempunyai dan membangun kapal sendiri. “Kapal harus ditambah sebanyak mungkin. Kalau membuat sendiri maka skill anak bangsa akan semakin bagus,” tandasnya.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menginginkan berbagai kebijakan pemerintah dapat memperkuat industri galangan kapal nasional dalam rangka mewujudkan visi poros maritim dunia seperti yang telah dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Bambang Soesatyo memaparkan, berdasarkan visi Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka industri galangan kapal dalam negeri seharusnya mendapatkan dukungan sehingga bisa meningkatkan daya saing.
Menurut Ketua DPR RI, memperkuat industri galangan kapal dalam negeri sama saja dengan memperkuat kedaulatan negara. “Dengan luas laut lebih dari 3 juta kilometer persegi, potensi pelayaran Indonesia sangat besar sekali. Kita tentu ingin kapal-kapal yang berlayar di perairan Indonesia adalah hasil dari tangan anak bangsa, bukan kapal hasil dari impor,” katanya.
Selain itu, tegas Bambang, sebagai bangsa maritim, Indonesia juga harus menunjukkan kedigdayaannya dengan menjadi penyuplai kapal bagi negara-negara lainnya. Politisi Partai Golkar itu juga meminta Kementerian Keuangan responsif dalam menyikapi aspirasi dari para pelaku industri galangan kapal di Batam yang merasakan ketidakadilan dalam menjalankan kegiatan berusaha.
Pasalnya, ujar dia, keberadaan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 120 Tahun 2017 yang membebankan bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap barang jadi turunan hot-rolled plate (HRP) atau pelat baja dinilai ganjal.
Hal tersebut, lanjutnya, karena setelah pemberlakuan PMK tersebut, kapal yang diproduksi di dalam negeri dikenakan pajak mencapai 27,5 persen, yang terdiri dari 15 persen bea masuk dan 12,5 persen BMAD.
“Sebuah peraturan seharusnya justru membuat mudah pelaku industri dalam mengembangkan usahanya. Bukan justru malah mempersulit apalagi sampai mematikan ataupun menimbulkan ketidakadilan dalam berusaha,” paparnya.