Jakarta, Portonews.com – Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan mengaku kecewa dengan kesaksian Umar Said, anggota Dewan Komisaris (Dekom) Pertamina yang menjabat saat itu, yang dinilainya telah memutarbalikkan fakta.
Karen membantah bahwa akuisisi Blok Basker Manta Gummy (BMG) pada tahun 2009 lalu sama sekali tidak dimaksudkan hanya untuk sekedar melatih SDM di lingkungan Pertamina untuk melakukan bidding. Menurutnya, Dewan Komisaris telah menyepakati akuisisi blok tersebut dilanjutkan melalui surat yang ditandatangani tanggal 30 April 2009.
“Justru yang bilang bahwa bidding ini untuk pelatihan SDM adalah Pak Umar Said sendiri,” kata Karen, Kamis (25/4/2019) di Jakarta.
Dia kembali menegaskan, surat persetujuan pengambilalihan Blok BMG itu merupakan keputusan bersama, bukan keputusan personal. Kalaupun pada akhirnya Pertamina merugi Rp568,06 miliar, Karen menyatakan, itu adalah bagian risiko yang harus ditanggung bersama sebagai konsekuensi bisnis.
Sementara itu, Kuasa Hukum Karen, Soesilo Aribowo, membenarkan bahwa aksi korporasi yang dilakukan Pertamina dalam akuisisi blok BMG merupakan keputusan bersama. Ia pun menegaskan kembali bahwa Komisaris kala itu memberi izin untuk melanjutkan akuisisi yang sangat jelas dituliskan melalui surat tertanggal 30 April.
Menurutnya persetujuan yang diperoleh dari komisaris hanya cukup dalam satu surat itu saja dan tidak perlu lagi persetujuan lainnya. Dalam anggaran dasar Pertamina disebutkan bahwa persetujuan cukup satu. Bahkan untuk pembuatan anak usaha dalam melakukan pekerjaan akuisisi tersebut juga cukup hanya satu persetujuan saja.
“Surat yang didapat direksi pada tanggal 30 April 2009 sudah jelas. Artinya secara keseluruhan pengambilan keputusan yang diambil oleh direksi sudah memenuhi anggaran dasar dan ada aturan teknis lagi yang namanya board manual,” kata Soesilo.
Pernyataan tersebut diyakini oleh saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umu (JPU), yaitu Genades Panjaitan, mantan Chief Legal Counsel & Compliance PT Pertamina (Pertamina). Menurutnya akuisisi Blok BMG sudah mendapatkan persetujuan tanggal 30 April 2009.
“Binding offer akuisisi Blok BMG bersifat harus bersih (clear & clean). Tanggal 30 april sudah ada persetujuan dr komisaris,” ujar Genades saat ditanya kepastian bidding.
Dirinya menambahkan bahwa jika penawaran diterima oleh buyer, maka konsekuensinya dilanjutkan akuisisi. Namun jika batal, maka ada denda dan penurunan reputasi. Begitu juga Pertamina jika membatalkan penawaran akan menurun reputasinya. Akuisisi dan bidding merupakan satu bagian.
Dalam persidangan, hakim menanyakan alasan berhenti produksi dan mitigasi risikonya Blok BMG. “Terkait dengan berhentinya produksi, tidak ada hubungannya dengan temuan dari Delloite Konsultan Indonesia dan Baker Mckenzie, melainkan murni karena kondisi sub-surface (bawah tanah) dan cuaca, yang tidak bisa diidentifikasi. Tidak mungkin bisa dijamin oleh pihak manapun di dunia ini,” ujarnya.
Anggota tim hukum Pertamina Hulu Energi, Uky Mohammad Masduki mengklaim timnya sudah melakukan kajian bersama konsultan hukum Australia Baker McKenzie sebelum perusahaannya melakukan akuisisi participating interest 10 persen di Blok Basker Manta Gummy (BMG).
Salah satu yang dikaji ialah risiko-risiko yang berpotensi terjadi pada blok migas itu setelah proses akuisisi.
“Prinsip mitigasi yang kami lakukan untuk melindungi Pertamina. Melindungi itu aspeknya adalah dari risiko,” kata Uky menjawab pertanyaan jaksa.
Dalam sidang ini, mantan Wakil Direktur Utama Pertamina, Omar S. Anwar heran kenapa Dewan Komisaris mengirimkan memo tidak setuju akuisisi setelah pendatangan Sales Purchase Agreement (SPA).
“Kalau komisaris ingin membatalkan, pada tanggal 26 Mei saat rapat (saya dengan) mereka bisa. Dari dekom tidak ada kata batal saat itu,” ujar Omar. Dirinya dan direksi lain saat itu menilai bahwa investasi Blok BMG secara keekonomian menarik dan layak.