Jakarta, Portonews.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan permasalahan dalam ekspor impor sektor mineral dan batu bara (minerba). Dalam temuannya, BPK menemui perbedaan data antara jumlah komoditas yang diekspor dan jumlah komoditas yang diterima di negara tujuan.
Anggota IV BPK Rizal Djalil memaparkan, ada 4 besar negara tujuan ekspor Indonesia, yakni India, China, Korea Selatan, dan Jepang. Untuk India, dia menyebutkan, pada periode 2017-2018 Indonesia mengekspor komoditas minerba dengan total 174,6 juta ton.
Sementara, jumlah impor India dari Indonesia sebanyak 197,3 juta ton. Artinya, ada selisih 22,7 juta ton.
“Ini ada distorsi, ada dispute, antara barang yang dikirimkan dari Indonesia dari pelabuhan dengan pelabuhan penerima,” katanya di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (1/4/2019).
“Ekspor kita minerba terbesar ke India jumlah 174 juta ton. Tapi di sana yang diterima lebih besar. Ada gap sebesar ini. Kalau gap sebesar 22,7 ton, artinya pemasukan negara sangat besar yang tidak masuk,” sambungnya.
Begitu dengan China, untuk periode yang sama, Indonesia ekspor 80,8 juta ton. Sementara, jumlah yang diterima di China sebesar 72,9 juta ton. Ada selisih sebanyak 7,9 juta ton.
Lalu, Indonesia mengekspor sebanyak 62,1 juta ton ke Korea Selatan. Jumlah yang diterima di Korea Selatan sebanyak 78,7 juta ton.
Kemudian, di Jepang ada beda selisih 7,8 juta, di mana Indonesia mengekspor 53,1 juta ton sementara yang diterima 60,9 juta ton.
“Ini bukan persoalan Kementerian ESDM, ini persoalan kita semua. Mungkin saya juga harus berkoordinasi teman-teman Kementerian Keuangan, Bea Cukai dan lain sebagainya,” katanya.
Rizal mengaku, BPK telah melakukan pemeriksaan di dalam dan luar negeri. Namun, BPK kesulitan mendapatkan informasi.
“Ketika melakukan pemeriksaan di dalam negeri dan kami juga pergi ke luar negeri, ke pelabuhan penerima dan mereka tidak pernah mau ngomong, dan hampir semua perusahaan itu ada di bursa,” tutupnya. (Dny)