Papua Barat, Portonews.com – Jika berkunjung ke Papua Barat, jangan lupa sempatkan menjelajah Pulau Mansinam. Pulau yang berhadapan langsung dengan Teluk Doreh dan masuk wilayah Kabupaten Manokwari ini menjadi saksi bisu lahirnya peradaban baru di tanah Papua.
Sisa-sisa peninggalan sejarah kedatangan dua orang misionaris. Mereka adalah misionaris asal Jerman bernama Carl Wilhelm Ottouw dan Johann Gottlob Geissler, yang mengangkat orang-orang Papua dari lembah kegelapan menuju terang ini, masih bisa disaksikan di pulau berpenduduk 800 juta jiwa tersebut.
Jejak rekam dua penginjil dari Jerman masih terbaca jelas, yakni tanda salib besar menandakan lokasi Ottow dan Geissler untuk pertama kalinya mendarat di pulau ini. Kemudian, ada sebuah prasasti bertuliskan bahasa Jerman. Pada prasasti tersebut terdapat penjelasan bahwa Ottouw-Geissler adalah misionaris pertama yang tiba di Mansinam pada tanggal 5 Februari 1855.

Sebelumnya, prasasti itu sangat tidak terawat, hingga pada 2013 lalu, pemerintah merenovasi peninggalan bersejarah ini menjadi monumen yang indah. Lalu, ada sisa-sisa dari bangunan gereja pertama kali dibangun oleh keduanya.
Di samping gereja, terdapat sebuah sumur tua yang dulu dibuat oleh Ottouw-Geissler sebagai sumber air yang berguna bagi seluruh penduduk pulau. Hebatnya, sumur tua itu masih tetap digunakan hingga kini dan menjadi saksi penting dari sejarah peradaban di Pulau Mansinam.
Tak boleh terlewat adalah Patung Yesus Kristus dalam ukuran raksasa akan terlihat. Patung ini datang dari sebuah gagasan positif pemerintah Indonesia yang menjadi bentuk penghargaan terhadap sejarah peradaban Papua.
Bagi masyarakat Papua, Ottouw dan Geissler bukan hanya sebagai penyelamat, tapi mereka adalah guru yang mengenalkan peradaban dan juga membantu para warga untuk bisa berkenalan dengan dunia luar.
Sebagai bentuk penghargaan dan rasa cinta masyarakat Papua kepada Ottouw dan Geissler, maka 5 Februari dicanangkan sebagai Hari Pekabaran Injil (HPI). Menurut Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Papua Barat, Nataniel D. Mandacan, setiap tahun bumi Papua merayakan hari tersebut.
“Seluruh kegiatan diliburkan dan telah ditetapkan lima tahun sekali dirayakan secara besar-besaran, tidak hanya melalui peringatan keagamaan tetapi terdapat muatan-muatan budaya, seperti drama musikal, festival, karnaval budaya, dan masih banyak lagi,” kata Nataniel, ketika berbincang dengan PORTONEWS, di Jakarta, Februari silam.

Kegiatan itu dipusatkan di Pulau Mansinam. Seluruh masyarakat, bukan hanya dari wilayah Papua Barat saja yang datang, melainkan juga warga dari seluruh Papua mengunjungi pulau ini untuk berwisata religi.
Selain menjadi obyek wisata religi, kekuatan sejarah Pulau Mansinam ini rupanya juga akan dijadikan sebuah film. Kumpulan orang-orang kreatif dari
Tim Papua Berkati Indonesia, yakni Izaak Wondiwoy, Martha Limahelu, Deborah Caroline, dan Yudhi Purwanto Harijono memperkenalkan proyek layar lebar terbaru Mansinam: Man Is Man.
Film dengan genre aksi petualangan berbasis sejarah peradaban masyarakat Papua ini, terlebih dulu menceritakan kedatangan dua misionaris tersebut.
“Mansinam: Man Is Man akan menggambarkan jati diri Tanah Papua yang kemudian dikenal sebagai Tanah Injil. Ini bukan film religi melainkan menggambarkan proses terbentuknya peradaban Papua hingga dikenal seperti sekarang ini,” kata Martha Limahelu, seperti dilansir dari Liputan6.com.
Saat ini, Tim Papua Berkati Indonesia tengah menjajaki kerjasama dengan sejumlah rumah produksi asal Hollywood. Bahkan, tim juga bernegosiasi dengan agen aktor Hollywood ternama Denzel Washington dan Dennis Quaid.
Pemilihan kedua aktor tersebut, menurut Martha dikarenakan wajah dan postur mereka dekat sekaligus cocok dengan masyarakat Papua. Selain itu, tak ketinggalan tim akan menampilkan para seniman Papua maupun Papua Barat, serta aktor Indonesia seperti Christine Hakim.
Film ini diperkirakan menelan biaya produksi sebesar 80 sampai 100 juta USD, atau sekitar 1 triliun rupiah lebih.