PORTONEWS
Advertisement
  • Home
  • Ekonomi
    • Keuangan
    • Infrastruktur
    • Transportasi
  • Bisnis
    • Pernik
    • Digital
    • Pariwisata
  • Oil & Chemical Spill
  • Migas & Minerba
  • Lingkungan Hidup
  • Profil
  • Galeri Foto
No Result
View All Result
  • Home
  • Ekonomi
    • Keuangan
    • Infrastruktur
    • Transportasi
  • Bisnis
    • Pernik
    • Digital
    • Pariwisata
  • Oil & Chemical Spill
  • Migas & Minerba
  • Lingkungan Hidup
  • Profil
  • Galeri Foto
No Result
View All Result
PORTONEWS
No Result
View All Result
Home Keuangan dan Portfolio Pariwisata

Cahaya di Tanah Papua

12 Februari 2019
Cahaya di Tanah Papua

Jakarta Portonews – Tanah Papua tanah yang kaya… Surga kecil jatuh ke bumi… Seluas tanah sebanyak madu adalah harta harapan… Hitam kulit keriting rambut aku Papua… Hitam kulit keriting rambut aku Papua… Biar nanti langit terbelah aku Papua…

Logo Pemerintah Propinsi Papua Barat

Tahu lirik lagu ini? Ya, lagu berjudul Aku Papua yang ditulis oleh penyanyi asli Papua, Edo Kondologit ini menceritakan betapa kayanya Papua dengan harta karunnya, yakni sumber alam yang melimpah beserta kekhasan orang-orangnya.

Mencari surga alam tersembunyi memang sebaiknya harus datang ke bumi Cendrawasih dan menyaksikan kecantikan alam di setiap sudut wilayahnya. Salah satunya ada di Provinsi Papua Barat.

Papua Barat, dulu masuk kedalam wilayah Papua atau dikenal juga sebagai Irian Jaya. Daerah itu tercatat dalam Kitab Negara Kertagama yang di tulis oleh Mpu Prapanca (1365). Irian Jaya termasuk wilayah Majapahit atau Majapahit ke delapan. Ini membuktikan bahwa suku– suku bangsa di Irian Jaya sejak dahulu sudah mempunyai hubungan dengan berbagai suku bangsa di bagian Barat, diantaranya kerajaan Ternate, Tidore dan Bacan di Maluku.

Memasuki Pulau Mansinam disambut prasasti berupa salib yang dibuat untuk tujuan
wisata dan berada di bibir pantai Mansinam, menghadap ke Kota Manokwari

Sejarah juga menerangkan, bahwa Irian Jaya adalah daerah kekuasaan Sultan Tidore dan Bacan. Hal tersebut terdapat dalam penelitian Koentjaraningrat dan Prof. Dr. Harsya W. Bachtiar yang diungkapkan dalam buku berjudul ”Penduduk Irian Barat”, bahwa pertemuan pertama antara orang-orang pribumi dengan orang– orang dari luar daerah terjadi ketika Sultan Tidore berusaha memperluas wilayah jajahannya.

Pada abad XIV, pantai utara sampai barat daerah kepala burung hingga Namatota (Kabupaten Fak–Fak) di sebelah selatan, serta pulau-pulau di sekitarnya menjadi wilayah kekuasaan Sultan Tidore.

Daerah tersebut meliputi pulau-pulau Raja Ampat, wilayah Kabupaten Sorong sekarang, serta daerah Fak Fak dan sepanjang pesisir Teluk Bintuni wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Manokwari sekarang.

Keberadaan wilayah Papua ini pun akhirnya diketahui oleh bangsa barat. Adalah dua orang pelaut Portugis Antonio de. Anease dan Fransisco Sorreano melihat pantai utara Papua pada tahun 1511, dalam pelayarannya mencari rempah-rempah, Namun mereka tidak mendarat di pantai itu.

Selanjutnya, Don Jorge De Manezes tidak lain adalah seorang pelaut Portugis merupakan orang asing pertama yang mendarat, kemudian dia menamakan pulau ini pulau Papua. Kata Papua berasal dari bahasa Melayu kuno “Papuwah” yang berarti orang berambut keriting.

Belanda lantas menjadi negara yang berhasil menguasai Papua. Bukti keberadaan Belanda di wilayah ini bisa disaksikan melalui benteng “Fort Du Bus” di teluk Trihaton di kaki gunung Lumenciri, tepatnya di kampung Lobo, Desa Lobo, Kecamatan Kaimana, Kabupaten Fak Fak.

Dikisahkan, pada saat itu komisaris kerajaan Belanda A.J. Van Delden, membacakan suatu pernyataan yang dikenal dengan “Proklamasi Fort Du Bus” pada tanggal 24 agustus 1898. Adapun isi dari proklamasi tersebut antara lain bahwa daerah New Guinea dengan daerah pedalamannya, dimulai pada garis 1400 Bujur Timur di pantai selatan terus ke arah Barat, Barat daya dan utara sampai ke semenanjung Goede Hoop di pantai Utara kecuali daerah Mansari, Karondefer, Ambarpura dan Ambepon yang dimiliki Sultan Tidore dinyatakan sebagai milik Belanda. Alhasil, Belanda memusatkan perhatiannya secara serius kepada daerah Irian Jaya.

Festival Budaya menyambut Hari Pekabaran Injil

Belanda kemudian memantapkan daerah jajahannya setelah ada ancaman serta saingan dari Amerika dan negara Eropa lainnya yang ingin memperluas wilayah kekuasaannya. Oleh karena itu, di bentuklah pos pemerintahan yanng pertama berkedudukan di Manokwari.

Sejarah pun berganti. Setelah Indonesia merdeka pada 1945, Belanda semakin terpojok oleh dunia internasional. Hal ini membuat Belanda mencoba mempertahankan Papua dalam wilayah jajahannya. 1 Desember 1961, Belanda membentuk negara boneka Papua. Namun, usai dilakukan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) Tahun 1969, dan secara internasional akhirnya Papua diakui sebagai bagian dari Indonesia.

Sebelum berganti nama menjadi Papua Barat, Provinsi ini dinamakan Irian Jaya Barat yang ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 45 Tahun 1999. Barulah pada tanggal 18 April 2007, nama provinsi ini diubah menjadi Papua Barat.

Sejalannya waktu, pada 2002, pemekaran Irian Jaya Barat (sebelum berganti nama menjadi Papua) kembali diaktifkan berdasarkan Inpres Nomor I Tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 27 Januari 2003.

Setelah memiliki wilayah yang jelas, penduduk, aparatur pemerintahan, anggaran, anggota DPRD, akhirnya Provinsi Irian Jaya Barat menjadi penuh ketika memiliki gubernur dan wakil gubernur definitif Abraham O. Atururi dan Drs. Rahimin Katjong, M.Ed yang dilantik pada tanggal 24 Juli 2006.

Saat ini, sudah banyak kemajuan dialami Papua Barat. Bahkan di tahun 2019 ini, Pemerintah Provinsi Papua Barat kian gencar melakukan pembangunan daerah. Sebut saja Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong.

Salah satu Gereja yang ada di kawasan Pulau Mansinam

Dalam kunjungan kerjanya ke KEK Sorong beberapa waktu lalu, Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan mengatakan, pemilihan Kabupaten Sorong sebagai KEK ini dikarenakan wilayah tersebut memiliki keunggulan geostrategis, yakni berada pada jalur lintasan perdagangan internasional Asia Pasifik dan Australia.

Ia menambahkan, selain keunggulan dari lokasi tersebut, Papua Barat memiliki sumber daya laut yang sangat potensial untuk pengembangan industri kelautan dan perikanan. Tentunya, ini juga sangat strategis untuk pengembangan industri logistik yang berbasis pariwisata bahari, pertanian serta pertambangan.

Selain KEK, pembangunan infrastruktur Papua Barat juga terus digenjot oleh pemerintah pusat dan daerah, seperti Pengembangan Kawasan Biak, kawasan perbatasan darat dan laut, Trans Papua dan pengembangan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) menjadi isu strategis pada 2020 dan 2021-2023 di Papua dan Maluku.

Disamping itu muncul juga isu perlunya dukungan infrastruktur terhadap pengembangan Kawasan Industri Bintuni, Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN) Manokwari, Kota Baru dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Raja Ampat.

Berbicara soal pariwisata, Papua memang surganya. Karena itulah, Gubernur berharap, bisa bersama-sama memikirkan merencanakan strategi kebijakan pengembangan kawasan potensial di Papua Barat, termasuk kawasan pariwisata terpadu, guna percepatan pembangunan di wilayah Papua Barat.

Salah satu obyek wisata yang terkenal di Papua Barat adalah obyek wisata religi Pulau Mansinam. Bila diperhatikan secara sekilas, pulau ini sama seperti pulau-pulau lainnya dengan pemandangan khas pantai dikelilingi pohon-pohon nyiur melambai.

Namun, ada keistimewaan dari pulau ini. Pulau yang berhadapan langsung dengan Teluk Doreh dan masuk wilayah Kabupaten Manokwari ini menjadi saksi bisu lahirnya peradaban baru di tanah Papua.

Patung Yesus di Pulau Mansinam

Sisa-sisa peninggalan sejarah kedatangan dua orang misionaris yang mengangkat orang-orang Papua dari lembah kegelapan menuju terang ini, masih bisa disaksikan di pulau berpenduduk 800 juta jiwa tersebut.

Jejak rekam dua penginjil dari Jerman masih terbaca jelas, yakni tanda salib besar menandakan lokasi Ottow dan Geissler untuk pertama kalinya mendarat di pulau ini. Kemudian, ada sebuah prasasti bertuliskan bahasa Jerman. Pada prasasti tersebut terdapat penjelasan bahwa Ottouw-Geissler adalah misionaris pertama yang tiba di Mansinam pada tanggal 5 Februari 1855.

Sebelumnya, prasasti itu sangat tidak terawat, hingga pada 2013 lalu, pemerintah merenovasi peninggalan bersejarah ini menjadi monumen yang indah. Lalu, ada sisa-sisa dari bangunan gereja pertama kali dibangun oleh keduanya.

Di samping gereja, terdapat sebuah sumur tua yang dulu dibuat oleh Ottouw- Geissler sebagai sumber air yang berguna bagi seluruh penduduk pulau. Hebatnya, sumur tua itu masih tetap digunakan hingga kini dan menjadi saksi penting dari sejarah peradaban di Pulau Mansinam.

Tak boleh terlewat adalah Patung Yesus Kristus dalam ukuran raksasa akan terlihat. Patung ini datang dari sebuah gagasan positif pemerintah Indonesia yang menjadi bentuk penghargaan terhadap sejarah peradaban Papua.

Selanjutnya, berdiri pula Gereja Kristen Indonesia (GKI) di tanah Papua pada 26 Oktober 1956, sebagai hasil Perkabaran Injil yang dimulai oleh Ottow dan Geissler pada 5 Februari 1855. Sejak awal berdirinya, GKI menjadi gereja dengan anggota-anggota jemaat dari beragam suku yang ada di Papua.

Menuju Cahaya

Papua Barat, 1855. Sebuah sejarah peradaban mencatat, kehadiran dua orang hamba Tuhan datang ke bumi Papua untuk memberi cahaya bagi orang-orang yang masih hidup dalam kegelapan. Mereka adalah misionaris asal Jerman bernama Carl Wilhelm Ottouw dan Johann Gottlob Geissler.

Dua orang penginjil dari Badan Misi Gossner Jerman ini, berangkat dari pelabuhan Rotterdam Belanda, dengan menggunakan Kapal yang bernama Abeltasman menuju Batavia (Jakarta). Tiba di Batavia, keduanya lantas menuju Ternate dengan menggunakan kapal Sultan Tidore dan diantar menuju sebuah pulau bernama Mansinam.

Setelah lama menempuh perjalanan laut, tepat 5 Februari 1855, akhirnya mereka tiba di Pulau Mansinam. “Im Gotes Name Tu Betraten. Dengan Nama Tuhan, Kami Injak Tanah Ini”. Begitu kalimat yang diucapkan Ottouw dan Geissler saat pertama kali menginjakkan kaki di bumi Papua.

Tugu peringatan pertama kali Ottow-Geissler menginjakkan kaki di Papua.

Perjuangan berat pun mereka lakukan. Keduanya mesti beradaptasi baik itu dengan lingkungan dan orang-orang yang mendiami pulau tersebut. Semua penduduk setempat terkejut melihat kedatangan dua orang asing ini, terlebih lagi mereka terlihat sangat berbeda, berkulit putih dan berambut lurus. Bahkan, keduanya sempat diusir, tetapi oleh kepala suku mereka diperkenankan masuk.

Upaya Ottouw dan Geissler pun membuahkan hasil. Penduduk mau membuka diri dan kegiatan perkabaran oleh keduanya bisa dijalankan. Pada tahap awal, kegiatan ini ditujukan kepada Suku Numfor yang mendiami Pulau Mansinam.

Pelan tapi pasti, kegiatan perkabaran injil menyebar dalam cakupan yang lebih luas. Satu hal terpenting adalah masyarakat Papua yang saat itu hidup dalam kegelapan, mulai mengenal agama, pendidikan, dan kehidupan masyarakat jauh lebih modern, serta bermartabat.

Bagi masyarakat Papua, Ottouw dan Geissler bukan hanya sebagai penyelamat, tapi mereka adalah guru yang mengenalkan peradaban dan juga membantu para warga untuk bisa berkenalan dengan dunia luar.

Sebagai bentuk penghargaan dan rasa cinta masyarakat Papua kepada Ottouw dan Geissler, maka 5 Februari dicanangkan sebagai Hari Perkabaran Injil (HPI). Menurut Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Papua Barat, Nataniel D. Mandacan, setiap tahun bumi Papua merayakan hari tersebut.

Bahkan ia mengungkapkan, seluruh kegiatan diliburkan dan telah ditetapkan lima tahun sekali dirayakan secara besar-besaran, tidak hanya melalui peringatan keagamaan tetapi terdapat muatan-muatan budaya, seperti drama musikal, festival, karnaval budaya, dan masih banyak lagi.

Kegiatan itu dipusatkan di Pulau Mansinam. Seluruh masyarakat, bukan hanya dari wilayah Papua Barat saja yang datang, melainkan juga warga dari seluruh Papua mengunjungi pulau ini untuk berwisata religi.

Tahun ini, sejumlah agenda untuk merayakan HPI yang sudah berjalan selama 164 tahun itu sudah mulai dilaksanakan.

Sebelum puncak peringatan 5 Februari, terlebih dahulu akan diawali sejumlah kegiatan, yaitu tanggal 1-2 Februari diisi seminar yang rencananya mendatangkan Gubernur Papua dan Papua Barat sebagai pembicara.

Tanggal 3 Februari ibadah syukur di masing-masing gereja lokal, dan acara puncak tanggal 5 Februari akan digelar pawai umat dengan kendaraan hias dari Sentani dan finis di GOR Cenderawasih APO, selanjutnya sore hari digelar ibadah akbar perayaan di GOR Cenderawasih, APO.

Sementara Tema HPI 164 yaitu, Segala Kuasa Ada PadaKU Pergilah Jadikanlah Semua Bangsa MuridKU (Matius 28:18-20). Sedangkan, sub temanya adalah Melalui HUT PI Ke 164, Kita Tingkatkan Pendidikan dan Pembinaan Jemaat Sebagai Bagian Integral dari Misi Di Tanah Papua. Adv

Related

Next Post
Kirana Larasati Kagumi Ma’ruf Amin

Kirana Larasati Kagumi Ma’ruf Amin

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Capres Diminta Perhatikan Tata Kelola Pangan

Capres Diminta Perhatikan Tata Kelola Pangan

Jokowi: Impor Pangan Berkurang

Jokowi: Impor Pangan Berkurang

Infrastruktur Pertanian Jangan Terfokus di Jawa

Infrastruktur Pertanian Jangan Terfokus di Jawa

Jenderal Spanyol Puji Profesionalisme TNI

Jenderal Spanyol Puji Profesionalisme TNI

Pembangunan Sirkuit MotoGP Mandalika di NTB Telan Biaya Rp 3,6 Triliun

Pembangunan Sirkuit MotoGP Mandalika di NTB Telan Biaya Rp 3,6 Triliun

SKK Migas Temukan Potensi Cadangan Gas yang Besar di Sumsel

SKK Migas Temukan Potensi Cadangan Gas yang Besar di Sumsel

Mentan Klaim PDB Sektor Pertanian Terus Alami Peningkatan

Mentan Klaim PDB Sektor Pertanian Terus Alami Peningkatan

Peduli Lingkungan Lewat Gerakan Indonesia Bersih

Peduli Lingkungan Lewat Gerakan Indonesia Bersih

PORTONEWS

PORTONEWS adalah majalah bulanan yang diterbitkan oleh PT Media Digitalmandiri Indonesia, fokus pada isu-isu ekonomi dan lingkungan. Ditulis oleh para jurnalis yang memahami persoalan-persoalan ekonomi dan lingkungan. Setiap artikel disajikan dengan gaya penulisan yang komunikatif dan mudah dipahami, dilengkapi dengan data atau infografik yang up-dated.

Berita Terbaru

Pembangunan Sirkuit MotoGP Mandalika di NTB Telan Biaya Rp 3,6 Triliun

Pembangunan Sirkuit MotoGP Mandalika di NTB Telan Biaya Rp 3,6 Triliun

SKK Migas Temukan Potensi Cadangan Gas yang Besar di Sumsel

SKK Migas Temukan Potensi Cadangan Gas yang Besar di Sumsel

Mentan Klaim PDB Sektor Pertanian Terus Alami Peningkatan

Mentan Klaim PDB Sektor Pertanian Terus Alami Peningkatan

Follow Us

  • Tampilkan portonewsID’s profil di Facebook
  • Tampilkan portonewsID’s profil di Twitter
  • Tampilkan portonewsID’s profil di Instagram
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact Us

Copyright © 2019

No Result
View All Result
  • Home
  • Ekonomi
    • Keuangan
    • Infrastruktur
    • Transportasi
  • Bisnis
    • Pernik
    • Digital
    • Pariwisata
  • Oil & Chemical Spill
  • Migas & Minerba
  • Lingkungan Hidup
  • Profil
  • Galeri Foto

Copyright © 2019

Translate »