Jakarta, Portonews.com – Dalam rangka mencapai target penghapusan konsumsi Hydrochlorofluorocarbon (HCFC) di tahun 2020 sebesar 37,5% dari angka baseline atau 151,47 ODP Ton, Pemerintah Indonesia telah menyusun program pengurangan konsumsi HCFC-22 di sektor pemeliharaan dan perbaikan (servicing) mesin Refrigerasi dan Tata Udara (AC).
Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia, Ruandha Agung Sugardiman pengurangan konsumsi HCFC-22 tersebut adalah salah satu upaya untuk memulihkan kondisi lapisan ozon.
“Salah satu cara untuk mengurangi konsumsi HCFC-22 adalah dengan melakukan praktek kegiatan pemeliharaan dan perbaikan mesin pendingin yang baik dengan tidak membuang atau melepaskan refrigerant yang ada di dalam sistem pendingin ke lingkungan (udara),” kata Ruandha dalam sambutannya dalam ‘Kegiatan Penguatan Kerjasama Pelatihan dan Sosialisasi SKKNI Teknisi Refrigerasi dan Tata Udara dalam rangka Perlindungan Lapisan Ozon’ pada Rabu (17/7/2019) di Jakarta. Kondisi udara nyaman bagi masyarakat Indonesia dianggap sebagai suatu kebutuhan primer yang dibuktikan dengan semakin banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan AC maupun refrigerasi (RAC) dalam kehidupannya.
Menurutnya, pada 2019 diperkirakan sebanyak 20 juta unit AC residential telah terpasang di rumah tangga, dan jumlah ini akan semakin meningkat dimasa depan. Sementara itu, semakin banyak jenis bahan pendingin yang diproduksi sebagai alternatif pengganti HCFC-22 yang diketahui dapat menyebabkan kerusakan lapisan ozon. “Kebanyakan alternatif bahan pendingin pengganti ini memiliki karakteristik yang bersifat mudah terbakar, bertekanan tinggi dan beracun.
Untuk penanganan mesin pendingin yang tepat diperlukan teknisi yang kompeten mulai dari proses pemasangan hingga perawatan sesuai dengan karakteristiknya dan sifat refrigerannya,” paparnya. Perawatan mesin pendingin AC dan refrigerasi yang sesuai dengan standar mesin tersebut juga dapat meningkatkan umur pakai mesin dan menghemat konsumsi energi dari peralatan tersebut.
“Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan nomor 41 tahun 2019 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Kategori Konstruksi Golongan Pokok Konstruksi Khusus Pada Jabatan Kerja Teknisi Refrigerasi dan Tata Udara. SKKNI ini disusun sebagai acuan dalam penguatan kompetensi teknisi di bidang RAC. SKKNI ini berisi 27 unit kompetensi mengenai praktek pemasangan hingga perawatan peralatan RAC dengan tepat,” ungkap Ruandha. Penguatan Kerjasama antara KLHK dan Kemenaker dan diterapkannya SKKNI Nomor 41 Tahun 2019 bertujuan agar teknisi di Indonesia memiliki kompetensi yang memadai dalam menangani peralatan RAC.
Kegiatan ini diharapkan, lanjut Ruandha, dapat menciptakan tenaga kerja kompeten dan unggul di bidangnya. Terciptanya teknisi RAC yang kompeten akan mendorong penguatan daya saing tenaga kerja Indonesia. “Peningkatan kompetensi juga akan meningkatkan pendapatan para teknisi, dimana menurut informasi yang kami dapat, seorang teknisi kompeten yang telah tersertifikasi berpotensi mendapatkan pendapatan sebesar 2 – 5 kali Upah Minimum Regional (UMR),” tegasnya.