Sedari, Portonews.com – Siang itu, Selasa (23/7/2019) sekira pukul 13.40 WIB, terik sinar mentari dan udara kering di bibir Pantai Sedari terasa menyengat tubuh. Tim Portonews yang baru tiba di lokasi pantai wisata yang berada di
Dusun Karangsari, Desa Sedari, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat ini, kontan disergap rasa panas yang menjalar di sekujur tubuh. Namun rasa panas perlahan memudar begitu melihat seorang ibu Katem (40) dan Pak Yadi (50) bersemangat dan sigap mengeruk cairan warna hitam legam menggumpal yang menempel di pasir. Gumpalan-gumpalan cairan hitam yang telah bercampur pasir itu diserok dengan pacul, lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam berukuran jumbo. Begitu penuh terisi, plastik hitam itu dikumpulkan hingga mencapai jumlah tertentu untuk dibawa ke camp penampungan cairan hitam tersebut. Adalah Karnita (26), kerabat dari Ibu Katem dan Pak Yadi, yang mengangkut beberapa bungkusan gumpalan cairan hitam bercampur pasir ke lokasi camp dengan sepeda motor. Lokasinya berjarak kurang lebih sekitar 1 Km dari tumpukan bungkusan plastik yang dikumpulkan Katem dan Yadi. Warga Sedari menyebut tumpahan minyak tersebut sebagai ter (minyak aspal).
Menurut Yadi, sekarung plastik ter dihargai Rp 3000. “Sehari kami bisa ngumpulin 300 karung plastik,” aku Yadi. Walaupun demikian, pekerjaan ini hanya beberapa hari saja saat terjadi tumpahan minyak. Kesehariannya Yadi biasanya melaut sebagai matapencaharian tetapnya. Dia juga mengutarakan inisiatif pengumpulan dan penjualan ter berasal dari Pertamina selaku operator pengeboran migas. Wadah plastiknya juga disediakan oleh perusahaan.
Saat ditanyakan apakah peristiwa tumpahan minyak ini mengganggu mata pencaharian para nelayan, Yadi menjawab, “Pastilah. Para nelayan kan tidak bisa lagi nyari ikan. Ikannya pada lari dan mungkin saja mati karena tumpahan ter. Tapi kami sedikit terbantu dengan mengumpulkan ter ini”. Yadi mengimbuhkan dirinya bisa memperoleh penghasilan Rp 300.000 – 400.000 dari sekali melaut.
Selanjutnya, Portonews meminta bantuan Karnita untuk diantar menuju camp penampungan tumpahan minyak. Dengan dibonceng sepeda motor, kami melaju dan menuju arah camp. Sepanjang perjalanan, terlihat beberapa warga Sedari lain juga mengendarai motor sambil membonceng tumpukan plastik hitam berisi cairan hitam bercampur pasir menuju camp penampungan. Laju beberapa kendaraan motor berseleweran dengan kecepatan agak tinggi. Raung suara knalpot motor pun saling bersautan. Tapi mereka tetap teratur mengantri membawa tumpukan plastiknya masuk ke dalam areal penampungan. Setelah keluar, di pintu sudah ada petugas yang mencatat hasil bawaan plastik yang dikumpulkan para warga. Disela-sela Portonews memotret aktivitas pengumpulan cairan hitam bercampur pasir, datanglah seorang petugas keamanan yang menghampiri Portonews. Dia juga menanyakan identitas, maksud dan tujuan pemotretan. Setelah Portonews menjelaskan dengan memperlihatkan kartu pers, petugas keamanan itu mempersilakan pengambilan foto tetapi tidak memperkenankan mewawancarai para warga yang sedang sibuk bekerja mengumpulkan ter. “Silakan mas, motret areal dan aktivitas kami di sini tapi jangan wawancara mereka ya. Mereka sibuk kerja,” kata Ramli Ajis, demikian nama yang tertulis dibagian dada baju seragam yang dikenakannya. Berselang 3 menit kemudian, datang pula seorang anggota TNI. Dari baju loreng yang dipakainya, tertulis nama Arif.
Seusai berbincang dan ijin dari kedua petugas keamanan, Portonews melanjutkan pemotretan. Setelah dirasa cukup, Portonews meminta Karnita melanjutkan perjalanan untuk meninjau areal lain yang terdampak tumpahan minyak mentah. Portonews dibawa berkeliling di sepanjang bibir Pantai Sedari hingga kurang lebih 20 Km. Karnita, yang juga nelayan, mengaku rugi akibat tidak melaut. Sembari membonceng Portonews, Karnita bercerita bahwa pihak Pertamina belum memberikan penjelasan pada warga perihal kejadian tumpahan minyak ini. “Peristiwa semacam ini juga sudah terjadi kesekian kalinya. Para nelayan pun juga belum dapat kompensasi apa pun,” ungkapnya.
Motor Karnita terus melaju melewati pasir-pasir halus di pinggir pantai. Kadang roda motor terhambat dan masuk ke pasir yang agak dalam, tapi Karnita bisa mengemudi motornya dengan cekatan sehingga perjalanan pun bisa dilanjutkan. Nyaris sepanjang garis pantai dijumpai warga, baik laki-laki dewasa, kaum ibu, pemuda, dan remaja serta anak-anak yang mencari dan mengumpulkan cairan hitam bercampur pasir untuk kemudian dikarungin ke dalam plastik hitam. Portonews juga menemui Badru (60) dan Hartana (50). Kedua laki-laki nelayan ini mengaku telah mengumpulkan 57 karung plastik. Harga satu karung plastik yang berisi cairan minyak hitam bercampur pasir, Rp 3000. Merekapun juga ditemani oleh dua anak kecil bernama M. Habibie Pratama (5) dan Fajar Surya (7). Rupanya mereka selain sedang bermain juga sesekali membantu ayahnya bekerja mencari dan mengumpulkan cairan hitam yang bercampur pasir.
Portonews juga menemui Herlan, aparat Desa Sedari. Ia berharap agar kasus tumpahan minyak ini dapat sesegera mungkin diatasi. “Warga di sini yang mayoritas nelayan dan petani tambak yang menanggung rugi. Mereka tidak bisa cari ikan dan air tambak tercemar limbah minyak,” ujarnya.
Sedangkan Rusta, Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sedari, juga berharap agar pihak perusahaan minyak bisa mengatasi masalah ini. “Sudah banyak warga yang mengadu ke saya soal ini. Mereka tidak bisa kerja cari ikan,” kata Rusta. Dia juga mengutarakan akan membicarakan masalah ini ke rapat desa. Rusta menjelaskan di Sedari terdapat 94 perahu. Dalam satu perahu ada 5 – 7 orang. Karena itu, pihak Pertamina dapat memikirkan nasib para nelayan yang tidak bisa mencari nafkah. “Para nelayan juga tidak tahu kapan mereka bisa bekerja cari ikan lagi,” ujarnya.
Dia menuturkan, dari pengalaman yang telah ada (karena kejadian tumpahan minyak ini bukan kali ini saja terjadi) pihak Pertamina tidak melakukan rehabilitasi pada lingkungan yang telah tercemar limbah minyak. “Perusahaan juga tidak mengedukasi warga bila ada tumpahan minyak. Perusahaan hanya beri bibit ikan bandeng sebagai ganti bagi para petambak,” ungkap Rusta.
Seperti diketahui, terjadi peristiwa kebocoran sumur minyak dan gas (migas) pada Jumat (12/7/2019) di pesisir utara Jawa Barat. Tumpahan minyak ini ada di sekitar anjungan lepas pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Jarak lokasi sekitar dua kilometer dari pantai utara Jawa, Karawang. Hingga berita ini diturunkan tim penanggulangan tumpahan minyak yang dibentuk Pertamina dikerahkan ke beberapa lokasi daerah terdampak. Mereka sedang bahu-membahau dan bekerja keras untuk meminimalisir dampak tumpahan emas hitam ini.