Jakarta, Portonews.com – Berdasarkan hasil monitoring dan analisa dinamika atmosfer, BMKG memprediksi bahwa pada 2020 tidak terindikasi akan terjadi El- Nino kuat, sebagaimana yg disampaikan oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
Demikian juga, NOAA dan NASA (Amerika) serta JAMSTEC (Jepang) memprediksi hasil serupa. “Hal ini menandai tahun 2020 nanti diperkirakan tidak ada potensi anomali iklim yang berdampak pada curah hujan di wilayah Indonesia. Curah hujan akan cenderung sama dengan pola iklim normal (klimatologisnya). Musim kemarau umumnya akan dimulai pada April – Mei hingga Oktober 2020. Sedangkan wilayah di dekat ekuator, seperti Aceh, Sumatera Utara, dan Riau, musim kemarau pertama akan dimulai pada Februari – Maret 2020, sehingga tetap perlu diwaspadai untuk potensi kondisi kering yang dapat berdampak karhutla,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
Untuk 2019 saat ini, Dwikorita menambahkan, El – Nino lemah telah berakhir pada Juli lalu, dan kondisi netral ini masih berlanjut hingga di penghujung 2019.
Fenomena yang saat ini sedang terjadi, lanjut Dwikorita, adalah rendahnya suhu permukaan laut dari pada suhu normalnya yang berkisar antara 26 – 27 derajat celcius di wilayah perairan Indonesia bagian selatan dan barat, sehingga berimplikasi pada kurangnya pembentukan awan di wilayah Indonesia.
“Dengan adanya fenomena tersebut, mengakibatkan awal musim hujan periode 2019/2020 mengalami kemuduran, dan sebagian besar wilayah Indonesia akan mulai memasuki musim hujan pada November, kecuali untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan yang dimulai sejak pertengahan Oktober 2019,” paparnya.
Dwikorita mengimbau agar perlu mengoptimalkan usaha “menjaga cadangan air” melalui optimalisasi manajemen operasional air waduk saat musim penghujan dan melalui gerakan memanen air hujan. Teknologi Modifikasi Cuaca dapat diterapkan sebagai alternatif pada saat peralihan kedua musim tersebut, terutama bagi wilayah yang rawan kekeringan dan karhutla.