Jakarta, Portonews.com – Perekonomian nasional hanya tumbuh sebesar 5,07% pada kuartal I-2019. Angka tersebut naik tipis dibandingkan dengan kuartal I-2018 yang sebesar 5,06%. Kinerja investasi pada kuartal I-2019 tumbuh melambat menjadi 5,03% dari yang sebelumnya tumbuh sekitar 7%. Sedangkan ekspor negatif sebesar 2,08%.
Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Bidang Ekonomi, Industri dan Bisnis, Rizal Calvary Marimbo meminta agar pemerintah mengevaluasi kembali secara total 16 Paket Kebijakan Ekonomi. “Perlu dievaluasi secara total. Mesti dilihat hambatannya dimana. Point of cause-nya (POC) dimana. Selesaikan disitu. Sebab tidak efektif memicu growth,” ujar Rizal dalam keterangannya di Jakarta hari ini.

Rizal mengatakan, berbagai kendala membuat perekonomian berjalan lambat. Diantaranya penurunan kinerja investasi, ekspor tumbuh negatif, pelemahan harga komoditas global, lemahnya industri manufaktur, hingga rendahnya dampak Pemilu terhadap produk domestik bruto (PDB).
Selain itu, dampak dari 16 paket kebijakan ekonomi juga tidak cukup efektif. Dia mengatakan, semangat 16 Paket Kebijakan Ekonomi yang diterbitkan oleh Pemerintahan Jokowi-JK sejak 2015 adalah relaksasi di dunia usaha melalui deregulasi dan debirokratisasi. “Namun, ketika diimplementasikan, beberapa kementrian malah memperketat regulasi dan birokratisasinya, utamanya kementerian teknis yang mestinya mendorong investasi dan peran swasta, misalnya disektor energi dan perikanan,” ucap Rizal.
Di tengah pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi masih akan melambat pada tahun 2019, peluncuran paket kebijakan ekonomi sudah tepat. Hanya saja, konsistensi penerapan kebijakan ini belum cukup kuat. “Sektor-sektor yang semestinya terjadi relaksasi regulasi malah mendapat reregulasi yang lebih berat dari sebelumnya,” ucap dia.
Selain itu, ucap Rizal, secara fertikal, kebijakan pemerintah pusat belum cukup mendapat dukungan yang kuat dari pemerintah daerah. Sehingga daerah yang menjadi Tuan Rumah investasi nasional malah tidak cukup siap menyambut datangnya investasi. “Misalnya, di pusat sudah ada Layanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS). Dengan layanan tersebut, hampir semua perizinan usaha baik kementrian, lembaga, dan pemerintah daerah, dapat dilakukan melalui satu pintu secara daring. Namun, OSS tidak akan mengeluarkan izin kalau Pemda tidak punya Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW),” ucap dia.
Faktor lainnya, terdapat masih banyak Peraturan Daerah (Perda) penghambat investasi. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengidentifikasi 15.146 Peraturan Daerah, di mana 5.560 diantaranya menjadi fokus Perda. Dari jumlah itu, 547 perda tercatat bermasalah dan bisa menghambat investasi. Pemerintah pusat telah membatalkan 3.143 peraturan daerah yang dianggap menghambat daya saing nasional. “Sialnya, Mahkamah Konstitusi malah mengabulkan uji materi Nomor 56/PUU-XIV/2016 yang menganulir kewenangan pemerintah pusat dalam membatalkan peraturan daerah. Sehingga, langkah ini bisa menghambat deregulasi yang dicanangkan pemerintah pusat,” tukasnya. (Panusunan Sahala)