Jakarta, Portonews — Tumbuhnya industri otomotif tanah air yang tidak diimbangi dengan penambahan ruas jalan arteri yang memadai, kemacetan lalu lintas di kota-kota besar saat ini sudah pada tingkat yang ‘melelahkan’ bagi pengguna jalan raya.
Di kota-kota besar seperti Jakarta yang menjadi pusat pergerakan ekonomi, kemacetan lalu lintas yang parah sudah menjadi bagian dari kehidupan warganya. Namun, ibarat stroke, pada tahap tertentu kemacetan lalu lintas pada sistem transportasi jalan raya dapat ‘mematikan’ urat nadi kehidupan.
Di sisi lain, booming berbagai macam aplikasi teknologi informasi melahirkan ide-ide untuk merespon fenomena kemacetan lalu lintas yang makin menggila.
Berbagai jenis media sosial itulah yang sekarang dijadikan lorong untuk melarikan diri dari kepenatan di jalan raya. Mereka dengan berselancar di dunia maya. Paribahasa ‘sambil menyelam minum air’ diejawantahkan dengan baik, ‘sambil macet-macetan datangkan profit’. Itu pula yang dilakukan Gisel Idol atau kini dikenal dengan Gisel Anastasia, artis yang sedang menapaki jenjang kepopulerannya sebagai penyanyi dan aktris.
Pada satu kesempatan, Gisel mengungkapkan, di tengah kesibukannya sebagai ibu rumah tangga, saat ini dirinya nyambi jadi ‘selebgram’ istilah yang diberikan kepada seorang pengguna media sosial Instagram yang memiliki fans atau followers yang cukup banyak.
Gisel yang membintangi beberapa film, juga harus mengatur jadwal manggung off air yang cukup padat. Ia tidak ketinggalan memanfaatkan potensi akun sosial medianya, dalam rangka branding. Saat ini akun Instagram milik Gisel sudah diikuti 15,7 juta followers. Kepopulerannya di media sosial telah melahirkan antrian permintaan untuk bekerja sama dari berbagai macam brand produk.
Mulai produk kecantikan, peralatan rumah tangga, hingga busana. Jadi tak heran, melalui genggaman gadgetnya, di tengah kemacetan pun Gisel masih bisa tetap melakukan hal positif sambil mendulang fulus dari kegemarannya sebagai selebgram.
Faktanya di kota-kota besar di Indonesia kemacetan sudah menjadi rutinitas, jadi dari pada mengutuki kejumudan di jalan, Gisel Anastasia ‘menikmatinya’ dengan mengerjakan hal-hal lain yang dapat mengalihkan kebosanannya, menyenangkan, dan menghasilkan.
Untuk menyusuri jalan-jalan di Kota Jakarta menuju tempatnya manggung atau shooting, istri Gading Marten ini menggunakan jasa driver ketimbang nyetir sendiri dalam kemacetan.
“Aku pakai driver, kecuali kalau weekend atau yang deket-deket. Kadang juga naik taksi, as simple as, capek aja kalau nyetir sendiri. Kalau disetirin bisa kan merem, bisa ngerjain kerjaaan yang lain, bisnis yang lewat handphone. Kalau nyetir sendiri butuh waktu lain untuk bales-balesin chat, kalau sambil disetirin kan bisa sambil kerjain yang lain,” ujarnya.
Perlambatan kecepatan arus lalu lintas disebabkan oleh banyak faktor. Tapi yang paling signifikan adalah kapasitas jalan raya yang sudah tidak mampu lagi menyangga jumlah kendaraan yang kian banyak.
Gisel yang lahir di Surabaya, 16 November 1990 silam ini berpendapat, saat ini segala pembenahan di sektor transportasi perkotaan sudah berjalan dengan baik, ditandai dengan pembangunan fasilitas publik yang sedang digalakan.
“Aku sih ngikut saja, ada aturan ganjil-genap, ada mau dibangun MRT, transportasi bawah tanah mendukung, men-support, intinya menyerahkan semua ke pihak pemerintah, Mereka yang atas-atas aja yang mikirin, kita ngejalanin hari-hari sendiri.”
Gisel juga tak menampik beberapa faktor yang menjadi penyebab kemacetan lalu lintas adalah kondisi kendaraan, kompetensi pengemudi, pembangunan jalan, parkir kendaraan yang tidak teratur, kebijakan di industri dan perdagangan kendaraan bermotor, buruknya sistem angkutan publik, dan kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas yang masih rendah.
Namun, bagi Gisel kendala itu tidak membuatnya was-was atau khawatir sebagai pengguna jalan raya. “Kita terima the truth, ini macet. Jakarta crowded banget. Kalau masalah was-was atau enggak, aku orangnya memang gak terlalu khawatir,” tegasnya.
Gisel tidak keliru. Jakarta memang terlanjur padat, terhitung 70% uang yang beredar di Indoesia, terpusat di Ibu Kota, Jakarta. Ini adalah imbas dari pembangunan yang tidak merata selama puluhan tahun lamanya. Tak ayal, banyak orang yang berlomba mempertaruhkan sepenggal nasibnya di kota ini. Terbukti ketika musim lebaran tiba, Jakarta kosong melompong, seperti tak bernyawa, ditinggal para perantau. Untuk musim mudik kali ini, melaksanakan perjalanan sakral itu ke tempat tinggal ayahandanya di Cimahi, Jawa Barat.
”Sebelum lebaran pasti macet-macetan, jadi aku ngakalinnya, kalau mau macet-macetan go-ahead. Kalau enggak, pas sholat id aku berangkat terakhir jadi lumayan lancar.”
Untuk sebagian orang yang menjalani waktunya di rimba raya kota, kemacetan menjadi momok yang mengerikan, penyair Seno Gumira Ajidarma pernah menulis sebuah satir untuk menggambarkan kehidupan seorang pelaju di kota urban, “Alangkah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang hanya berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya akan berakhir dengan pensiun tidak seberapa.”
Lantas bagaimana agar terhindar dari mantra satiran Seno Gumira Ajidarma itu? Gisel Anastasia sudah memberikan contoh yang paling baik; ‘gunakan handphone, aktifkan aplikasi media sosial Instagram, dan jadilah selebram’.