Jakarta, Portonews – Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang terus menebarkan cinta kasih di Indonesia sejak tahun 1993 memandang pentingnya masyarakat mendapatkan informasi yang baik dan positif dari berbagai media. Karena itu, dalam rangka 25 tahun perjalanan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menggelar seminar berjudul “Media dan Kemanusiaan”.
Kepala Staf Kepresidenan, Moledoko, yang hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut memaparkan tema, menyikapi berita hoax. Mantan Panglima TNI ini menyampaikan, jika dunia dijalankan dengan politik cinta kasih pasti akan tercipta kedamaian. Dan media massa memiliki peran besar, untuk menyampaikan hal tersebut kepada masyarakat, agar pesan cinta kasih tersebut sampai.
Ia kembali menjelaskan, berdasarkan riset 90 persen masyarakat Indonesia mengikuti berita-berita yang sarat politik dan SARA. “Jika sebagian besar adalah hoax, sudah pasti hal ini akan sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,” sebutnya dalam seminar yang berlangsung di Tzu Chi Center Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara, Minggu (21/9/2018) tersebut.
Sementara itu Prof, KH, Said Aqil Siroj, selaku Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, memiliki pemikiran serupa dengan Moeldoko. Jika Kepala staf Kepresidenan melihat berita hoax bisa mempengaruhi kehidupan masyarakat, Sebagai pembicara kedua, Ketua Umum PBNU ini menyampaikan, bahwa muslim Indonesia harus berpegang pada 4 pilar. Yaitu bersatu hati, harmonis, berpengetahuan dan gotong royong. Nilai-nilai tersebut menurut Said Aqil Siradj yang merupakan karakter asli bangsa Indonesia. Islam menurutnya selalu mengedepankan perilaku positif dan damai, karena islam datang dengan damai.
Dalam seminar yang dihadiri 736 peserta dari berbagai kalangan. Mulai dari mahasiswa hingga masyarakat umum. Sementara para pemateri yang hadir pun juga berasal dari berbagai latar belakang.Mulai dari kalangan pemerintahan, praktisi media, tokoh masyarakat dan juga dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, yang memaparkan pandangan mereka mengenai media dan kemanusiaan.
Praktisi media, Abdul Manan yang juga menjadi Ketua Aliansi Jurnalistik Indonesia menyampaikan, media massa menjadi pihak yang ditunjuk jika berita hoax beredar di tengah masyarakat. “Sehingga ada sebagian orang yang menganggap jurnalisme menjadi musuh. Namun demikian ia menambahkan, jika dijalankan dengan benar, maka media bisa menjadi sahabat dalam menyebarkan berbagai kisah-kisah kemanusiaan,” sebutnya.
Sedangkan Akhyari Hananto selaku Penggagas Good News From Indonesia mengungkapkan, sebuah situs penyedia konten positif di Indonesia, melihat bahwa Indonesia kaya dengan berbagai kisah-kisah positif. Yang jika dikemas sedemikian rupa dengan memperhatikan berbagai kaidah jurnalistik yang tepat, bisa member pengaruh polsitif pada masyarakat. Ia kembali mengatakan bahwa bangsa ini sekarang , butuh berbagai berita baik yang harus disebarkan.
Tak ketinggalan Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informasi RI, yang juga hadir sebagai pembicara pada seminar tersebut mengatakan, bahwa televisi bisa mengutip informasi dari media social. Dari situ kemudian di kutip lagi dan disebar.
“Kalau berita dengan nilai kebaikan yang tersebar dengan cara tersebut,maka sudah pasti akan memberi dampak positif bagi masyarakat. Namun jika berita yang disebarkan itu adalah berita buruk atau hoax, sudah pasti itu akan berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, “ terangnya.
Satu lagi pembicara yakni Inaya Wahid, Penggiat Sosial Kemanusiaan juga berkesampatan memaparakan pandangannya mengenai masalah kemanusiaan dari sudut pandangnya. Putri Presiden RI ke 4 ini menyoroti sikap meintoleran yang merajalela saat ini. Ia menggunakan sikap dan perilaku sang ayah, KH Abdurrahman Wahid sebagai indikator kemanusiaan. Karena sang ayah selalu memperjuangkan hal-hal kemanusiaan.
Inaya menyampaikan kembali, bahwa “obat” untuk terhindar dari permusuhan adalah dengan biasa bertemu dengan orang-orang yang berbeda. Baik latar belakang, suku,agama,ras dan antar golongan, karena dengan mengenal mereka maka permusuhan tersebut tidak akan timbul. “Saya mengutip omongan Gusdur, tidak ada yang lebih baik dari hidup dicintai banyak orang, dan itulah hakikat kemanusiaan yang sesungguhnya,” tunjuk Inayah.
Sementara Ghaleb Cabbabe selaku Head of Regional Communication Center International Committee of the Red Cross atau ICRC yang kerap bersentuhan dengan peristiwa-peristiwa kemanusiaan mengatakan, saat sebuah peristiwa kemanusiaan disampaikan kepada masyarakat luas, ICRC atau Palang Merah Internasional, tidak bisa bekerja sendiri. “Kita tidak bisa bekerja sendiri, jadi kita bekerjasama dengan beberapa pihak yang punya pengaruh. Seperti dengan salah satu media massa dunia , agar sebuah peristiwa kemanusiaan dapat menyentuh lebih banyak orang, dan memberi pengaruh positif bagi pembaca atau pemirsanya”lanjut Ghaleb.
Lebih lanjut ia mengatakan saat ini yang terpenting bukan bagaimana masyarakat menggunakan teknologi, tapi bagaimana masyarakat mampu mengomunikasikannya bagi orang banyak.” Kita tahu teknologi selalu berubah, komunikasi juga berubah, tapi ada yang tidak berubah, kita melakukan ini untuk menolong orang,untuk menghentikan efek buruk dari perang,” urainya.
Hong Tjhin selaku relawan Yayasan Buddha Tzu Chi pada kesempatan tersebut memaparkan mengenai kiprah Yayasan yang berpusat di Hualien Taiwan, dimana sang pendiri yatu master Cheng Yen, mengajak 30 ibu rumah tangga yang mengumpulkan uang Rp.200 per hari, yang menurutnya itu merupakan sebuah proses. (Ranap Simanjuntak)