Jakarta, Portonews.com – Beberapa tahun lalu, Justin Woolverton harus memohon-mohon kepada pengelola supermarket di AS untuk menjual es krim buatannya. Di tahun-tahun awal, penjualan Halo Top Creamery amat rendah, serendah kalori yang terkandung di dalamnya.
Beberapa pasar swalayan bahkan mengancam tidak mau lagi menjualnya karena es krim buatan Woolverton tidak laku. Namun Woolverton pantang menyerah.
“Kami harus setengah mati memasarkannya. Kami bilang kepada mereka ‘biarkan saja di situ, segalanya pasti akan berubah’,” kata Woolverton kepada jaringan televisi BBC, Senin (2/7/2018).
Woolverton meluncurkan bisnis es krimnya pada 2012. Dia tidak pernah mengira usahanya bakal sukses besar, apalagi setelah mengalami masa sulit di awal. Kini, hanya enam tahun setelah diluncurkan, Halo Top menjadi es krim paling laris di Amerika Serikat.
Tanpa modal besar untuk pemasaran, perusahaan start-up yang berkantor di Los Angeles itu memanfaatkan media sosial sebagai sarana promosi.
Pada 2016, seorang wartawan majalah GQ menulis artikel kecil tentang pengalamannya hanya makan es krim Halo Top selama 10 hari berturut-turut. Kisah itu viral dan mendongkrak penjualan Halo Top.
Di tahun itu, penjualan Halo Top dilaporkan mencapai 28,8 juta gelas, menghasilkan pendapatan US$132 juta. Nilainya melewati penjualan penguasa di industri ini antara lain Ben & Jerry’s (milik Unilever) dan Haagen-Dazs (milik Nestle). Nilai perusahaan Halo Top pun melonjak menjadi sekitar US$2 miliar.
Hasil itu luar biasa untuk perusahaan independen yang tidak dapat suntikan dana investor luar. Dana yang digalang Woolverton hanya berasal dari keluarga, kerabat, dan mitra pendiri yaitu Doug Bouton.
Di tengah sukses yang diraihnya, Halo Top juga mulai banyak menerima kritisi. Ada yang mempertanyakan apakah es krim ini benar-benar sehat. Ada juga yang mengatakan bahwa Halo Top sama sekali bukan es krim.
Diet Rendah Gula
Sebelum mendirikan Halo Top, Woolverton bekerja sebagai pengacara korporasi di Los Angeles. Dia kurang menyukai pekerjaannya sehingga terus mencari cara lain untuk mendapatkan uang.
Ide membuat es krim didapatnya dari pengalaman pribadi. Demi menjaga kesehatan, Woolverton membatasi makanan yang diasupnya. Agar bisa diet rendah gula tapi tetap memakan makanan manis, di dapurnya Woolverton sering mencampur semangkuk yogurt Yunani dengan buah dan pemanis stevia. Dia hanya menggunakan pembuat es krim yang dibelinya seharga US$20.
“Ternyata rasanya lezat. Dari situ saya berpikir: ‘Astaga, jika rasanya seperti ini, masak orang tidak suka?’,” kenang laki-laki berusia 38 tahun itu.
Woolverton kemudian mencoba-coba berbagai bahan, termasuk mengganti yogurt dengan susu. Dia kemudian mencoba memasukkannya dalam kemasan kecil agar lebih mudah dibekukan, dijual, dan diproduksi dalam skala besar.
“Jujur saja, saya banyak mengalami kegagalan di tahun pertama,” ujarnya.
Bersama Doug Bouton, yang juga bosan jadi pengacara, mereka meluncurkan bisnis itu dengan modal uang pinjaman dari keluarga dan kerabat, pinjaman pendidikan, dan utang kartu kredit senilai £150.000.
Woolverton mengatakan tidak adanya investor luar memberikan dia dan Bouton kebebasan mengembangkan usaha. “Tidak ada orang-orang berdasi yang memerintah kami,” katanya.
Untuk mempromosikan mereknya di media sosial, Woolverton punya ide unik. Dia menyewa mahasiswa setempat untuk mengirim kupon Halo Top ke orang yang punya banyak pengikut di YouTube dan Instagram, yang selalu mengunggah masalah kesehatan dan kebugaran.
“Ini strategi pemasaran yang besar. Kami pikir jika mereka mau membelinya, sudah bagus. Jika tidak, minimal kami sudah mencuri perhatian mereka,” kata Woolverton menjelaskan.
Alex Beckett, direktur makanan dan minuman global di lembaga riset Mintel, mengatakan bahwa kuatnya pemanfaatan media sosial adalah salah satu kunci keberhasilan Halo Top.
“Strategi ini terbukti bisa menampilkan Halo Top sebagai alternatif merek es krim global yang punya dana iklan jauh lebih besar,” kata Beckett.
Artikel di majalah GQ juga berperan besar meningkatkan ketenaran Halo Top. “Kami tidak menyarankannya (diet Halo Top. Tapi artikel itu memang menarik. Merek kami jadi terkenal,” kata Woolverton.
Setelah artikel tersebut viral, penjualan Halo Top meroket. Perusahaan itu sampai kesulitan memenuhi permintaan pasar.
“(Supermarket) juga tidak tahu bagaimana cara menanganinya. Untuk pertama kalinya, orang-orang membeli tiga, empat, atau lima kemasan besar sekaligus. Untuk pertama kalinya juga, ada es krim yang bisa dimakan setiap hari,” kata Woolverton.
Es krim ini mengandung dua pemanis buatan yaitu erythritol dan stevia. Meski bahan itu sudah banyak digunakan di industri makanan, karena sudah dinyatakan aman oleh badan pengawas makanan AS, banyak yang masih mempertanyakan efek sampingnya.
Kritisi lain menyebut bahwa Halo Top dan es krim rendah kalori lain justru bisa memicu penambahan berat badan. Ada juga yang mempertanyakan apakah Halo Top masih bisa disebut es krim karena minimnya kandungan lemak susu di dalamnya.
Woolverton mengatakan keberhasilan ini “membuktikan bahwa konsumen jauh lebih cerdas dibanding yang diduga oleh perusahaan”.
Keberhasilan Woolverton mendorong perusahaan lain membuat produk serupa. Unilever mengeluarkan Breyers Delight dan Moo-phoria. Perusahaan start-up Inggris, Oppo, juga membuat es krim rendah kalori.
Unilever juga mencoba meredam Halo Top dengan cara lain. Perusahaan itu pernah mengajukan tawaran senilai US$2 miliar kepada Woolverton untuk membelinya. Tawaran tersebut ditolak mentah-mentah. Woolverton mengatakan pihaknya kini menatap dominasi global di bidang es krim.
Tahun lalu Halo Top diluncurkan di Inggris. Halo Top juga mengekspor produknya ke beberapa negara seperti Australia dan Singapura. Perusahaan itu juga membuka kedai es krim di AS dengan nama Scoop Shops.
Woolverton yakin bahwa dalam waktu lima tahun Halo Top akan menjadi salah satu merek es krim terbesar di dunia. “Kami pasti akan setenar Ben & Jerry’s,” ujarnya.