Paling tidak hingga beberapa puluh tahun ke depan kawasan utara Jawa Barat akan menjadi pusat industri dan bisnis nasional. Saat ini, 60% sampai 70% dari industri Indonesia berlokasi di wilayah utara Jawa Barat, mulai dari Bekasi, Karawang, hingga Purwakarta.
Sejak beroperasinya jalan tol Cipali yang menghubungkan jalan tol Cikampek dan Cipularang ke wilayah Jawa Tengah, perluasan wilayah industri terus berlanjut, mengarah ke timur kawasan utara Jawa Barat, yaitu Subang, Majalengka, Indramayu, sampai Cirebon.
Sebagai infrastruktur pendukung, saat ini tengah dibangun jalan tol layang Jakarta-Cikampek, rel layang light rail transit (LRT), rel kereta api cepat Bandung – Jakarta, rel kereta semi cepat Jakarta- Surabaya, Bandara Internasional Kertajati di Majalengka, dan Pelabuhan Laut Internasional Patimban di Kabupaten Subang.
Sejak dicanangkan tahun 2015 sebagai pengganti lokasi Pelabuhan Cilamaya, pembangunan Pelabuhan Patimban sudah memasuki tahap pembebasan lahan. Patimban memiliki rentang pelabuhan sepanjang 3.000 meter, yang jika dibangun kolom-kolom dermaga yang menjulur ke laut, maka total panjang dermaga bisa lebih dari 10.000 meter.
Saat ini, rata-rata kedalaman laut Pelabuhan Patimban sekitar 15 meter. Sehingga, untuk bisa disandari kapal-kapal dengan draught 20 sampai 25 meter, perlu dilakukan pengerukan hingga berkedalaman 30 sampai 40 meter. Sedangkan luas daratan yang akan dijadikan terminal peti kemas dan perkantoran sekitar 300 hektar, ditambah wilayah laut seluas 700 hektar.
Baca juga: Menumbuhkan Potensi Ekonomi Batam
Pembangunan Pelabuhan Patimban yang diperkirakan akan menelan biaya US$4 miliar. Pertengahan 2017 lalu di Nagoya, Jepang, dan dilanjutkan di Istana Bogor, Presiden Joko Widodo dalam pembicaraannya dengan Perdana Menteri Shinzo Abe, menegaskan bahwa mengenai Pelabuhan Patimban, arah kebijakannya, pengelolaan pelabuhan akan dilaksanakan oleh perusahaan patungan Indonesia-Jepang, seperti ditulis pada website Sekretariat Negara RI.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengemukakan, pembangunan tahap pertama Pelabuhan Patimban akan dilakukan pada awal 2018 dan bisa beroperasi paling lambat pertengahan atau akhir 2019, dengan kapasitas tampung 1,5 juta TEUs (Twenty Foot Equivalent Unit). Tahap kedua kapasitas tampungnya akan ditingkatkan menjadi 3,13 juta TEU’s, dan pada tahap ketiga menjadi 7,5 juta TEU’s pada tahun 2037.
Mengenai pembiayaan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional – Kepala bappenas, Bambang Brojonegoro mengatakan, untuk pembiayaan pembangunan Pelabuhan Patimban pihaknya menawarkan beberapa opsi. “Bisa B to B, G to G, atau skema alteratif lain. Tapi yang pasti, kita minta grass period 10 tahun dan pembayaran selama 40 tahun.”
Sementara Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadi Moeljono mengatakan, untuk membangun jalan tol yang menghubungkan Patimban dengan Tol Cipali, akan dialokasikan biaya konstruksi Rp3,86 triliun akan menggunakan beberapa skema pembiayaan yang melibatkan swasta. “Yang pasti, dari Jepang sendiri menargetkan pelabuhan Patimban ini dapat dibuka pada Maret 2019 mendatang,” kata Basuki.