Jakarta, Portonews.com – Tim penolong mengutamakan kesehatan dan keselamatan penyintas bencana alam Sulawesi Tengah. Jasad para korban langsung dimakamkan tanpa identifikasi.
Selama enam hari berturut-turut, tim identifikasi korban bencana di rumah sakit bekerja tanpa lelah untuk mengenali lebih dari 700 jenasah. Mereka mengambil sidik jari, memeriksa gigi, dan mencatat ciri tertentu seperti bekas luka atau tato.
Mulai Kamis (4/10/2018), proses pengenalan korban itu dihentikan. Petugas memasang papan tulis di luar rumah sakit berisi pengumuman bahwa jasad korban yang datang akan langsung dimakamkan.
Tim yang terdiri atas 72 orang spesialis forensik dan petugas medis dari seluruh Indonesia berhasil mengidentifikasi 218 korban. Identitas korban dikenali dengan membandingkan data sebelum dan sesudah kematian.
Jenasah korban yang tidak dikenali dimakamkan di kuburan massal di Paboya, di kawasan perbukitan di Palu. Kepala tim identifikasi, Dr Lisa Cancer, mengatakan jenasah harus segera dimakamkan karena alasan kesehatan.
Hingga Kamis, jumlah korban tewas sudah mencapai 1.424 orang. Angka sebenarnya kemungkinan lebih banyak lagi.
Di Petobo dan Balaroa, tim pencari dan penyelamat harus berjalan hati-hati dan perlahan di antara reruntuhan bangunan.
“Kami baru mencapai sekitar 20% proses evakuasi. Upaya pertolongan masih berlangsung. Kami perkirakan setidaknya ada 2.000 korban tewas di sini,” kata Hasbin Basri, seorang petugas di Balaroa.
Di Petobo, permukiman yang dilanda gempa dan baru 19 korban ditemukan hingga Rabu. Desa itu kini terkubur di bawah lapisan lumpur sedalam beberapa meter.
Di Jalan Cimanggis di Balaroa, orang-orang melintas sambil menutup hidungnya dengan kaos atau kain. Bau tidak sedap tercium dari jenasah yang belum dievakuasi.
Salah seorang warga Balaroa, Abdul Maruf, masih ingat kengerian saat gempa terjadi 28 September 2018 sore. Waktu itu dia sedang bersiap melaksanakan salat Magrib ketika tanah yang dipijaknya bergolak. “Saya pikir inilah hari akhir. Hari Kiamat,” ujar ayah tiga orang anak itu.