“Tak ada yang menciptakan alam semesta dan tak ada yang mengatur takdir
Surga dan neraka cuma dongeng untuk orang-orang yang takut gelap”
Apa yang Anda bayangkan bila mengingat Tuhan? Bagi fisikawan dan profesor matematika terkemuka Stephen Hawking, Tuhan itu tidak ada. Hawking adalah penganut atheisme. Sah-sah saja bila Hawking berpendapat demikian. Hawking merasa nyaman dengan kacamata rasionalismenya, yang menurut sebagian orang, itu sempit. Di sinilah keunikan Hawking dengan sisi misteriusnya.
Apa yang memengaruhi Hawking hingga ia menyatakan diri sebagai seorang atheis. Hawking muda kuliah pada dekade 1960-an, orang-orang muda pada masa itu disebut ‘generasi bunga’. Melawan kemapanan dan keraguan para akedemisi dan ilmuwan terhadap agama dan keberadaan Tuhan sedang pada puncaknya. Hingga kini menjadi teka-teki.
Rabu 14 Maret 2018 boleh dideklarasikan sebagai hari berkabung bagi kaum ilmuwan dunia. Hawking yang baru saja merayakan ulang tahunnya ke-76 pada 8 Januari 2018 lalu, akhinya tak kuasa menghentikan derap langkah kematian, yang kita menyebutkan sebagai takdir Tuhan. Hawking menghembuskan nafas terakhirnya dengan tenang di kediamannya dekat Universitas Cambridge.
Hawking meraih gelar sarjana fisika di Universitas Oxford dengan predikat memuaskan. Sang Jenius ini lalu pindah ke Universitas Cambridge untuk menyelesaikan studi doktoral di bidang kosmologi. Terlepas dari keyakinannya akan tiadanya Tuhan, kepergian Steven Hawking meninggalkan catatan penting dalam jagad sains.
Betapa tidak, fisikawan yang menghabiskan sisa hidupnya di atas kursi roda elektronik ini menemukan fenomena yang kemudian dikenal dengan Radiasi Hawking, di mana ada energi yang terlepas dari lubang hitam (black hole) akibat efek kuantum di dekat horizon peristiwa.
Hawking menjadi terkenal karena kemampuannya yang luar biasa dalam memvisualisasikan solusi ilmiah tanpa perhitungan atau percobaan. Dia menemukan ‘teori segalanya’ di mana alam semesta berkembang sesuai dengan hukum yang terdefinisi dengan baik.
“Kumpulan hukum lengkap ini bisa memberi kita jawaban atas pertanyaan, seperti bagaimana alam semesta dimulai? Ke mana tujuannya dan apakah akan berakhir? Jika ya, bagaimana ini akan berakhir? Jika kita menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini, kita benar-benar akan mengetahui pikiran ‘Tuhan’,“ kata Hawking.
Pada usia 22 tahun, menjelang pernikahan dengan Jane, istri pertamanya, saintis ini divonis dokter, sisa hidupnya hanya dua tahun akibat mengidap penyakit saraf yang memengaruhi kemampuan motorik. Ternyata penyakitnya berkembang secara perlahan dan Hawking luput dari maut. Dari Jane, Hawking mendapatkan tiga anak, Lucy, Robert, dan Tim. Selamat jalan, Prof…!