Jakarta, Portonews.com – Dunia pendidikan Indonesia masih banyak perlu banyak dibenahi. Hari pendidikan nasional yang diperingati setiap 2 Mei bisa dijadikan momentum untuk mengevaluasi demi perbaikan dan peningkatan kualitas di semua lini.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menilai pelatihan yang diberikan kepada guru untuk merespons kebutuhan Revolusi Industri 4.0 masih kurang. “Pelatihan guru masih sangat kurang. Padahal inti dari kualitas guru bukan pada pelaksanaan sertifikasi guru,” ujar Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi, di Jakarta, Rabu (2/5/2018).
Pernyataan Unifah tersebut terkait peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap 2 Mei. Menurut Unifah, hal yang utama pada pengembangan keprofesian berkelanjutan justru hampir tidak tersentuh.
Program Sistem Informasi Manajemen Pengembangan Keprofesian dan Berkelanjutan (SIM PKB), ujar dia, merupakan kebijakan pejabat sebelumnya yang dinilai sarat dengan kamuflase karena guru bukan dilatih tapi diberi soal yang harus diisi setiap hari dan kalau jawabannya jelek maka diberi rapor merah.
“Bukan diperbaiki kekurangan dan dilatih. Pendekatan pelatihan masih diperlukan dalam klaster-klaster. Guru-guru yang sudah sangat maju dapat menjadi tutor sebaya. Jangan gantungkan semua pelatihan guru secara online dan diserahkan kepada guru sendiri seperti dalam SIM PKB. Ini menjerumuskan,” kata Unifah.
Sebagaimana dikutip Antara, Unifah juga memaparkan kondisi darurat guru juga memberikan dampak berentetan terhadap darurat pendidikan. Dampaknya seperti bola salju, ketidakmampuan guru merespons perkembangan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tugas-tugas administrasi, tiadanya pelatihan, lemah perlindungan, kenaikan pangkat, tunjangan profesi yang aturannya tidak kunjung turun, impasing, sertifikasi guru, intervensi pihak lain dalam kelas, masalah guru swasta, hingga kenaikan pangkat.
“Masalah di atas merupakan masalah klasik yang utamanya sebenarnya sederhana, yaitu kemauan mengubah regulasi. Hal ini yang membuat guru tidak merdeka dan tidak berdaulat, sehingga menghasilkan proses pendidikan yang tidak berkualitas,” kata Unifah. (chk)