Jakarta, Portonews.com – Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta Kepolisian untuk mengusut tuntas dan mengungkapkan secara detail penyebab dan kronologi terjadinya kerusuhan yang terjadi di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, pada Selasa (8/5/2018).
“DPR juga meminta Kepolisian memperketat pengamanan dan pengawasan di Mako Brimob dan sekitarnya, serta mengamankan sejumlah senjata api yang berhasil direbut oleh tahanan,” kata Bambang di Jakarta, Rabu (9/5/2018).
Dalam kesempatan itu, Bambang menyampaikan dukacita atas gugurnya lima anggota Polri dalam kerusuhan tersebut dan mendesak Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk bertindak tegas atas kejadian yang diduga karena serangan dari narapidana kasus terorisme serta adanya upaya untuk merebut senjata dari anggota Brimob.
Bambang juga meminta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk mengevaluasi terhadap rasio jumlah sipir yang tidak berbanding lurus terhadap jumlah tahanan guna mengantisipasi terulangnya kerusuhan di dalam lapas.
“Saya mendorong Kemenkumham untuk lebih meningkatkan program-program pembinaan tahanan yang berkaitan dengan kerohanian dan keterampilan, serta meningkatkan kewaspadaan dan keamanan terhadap setiap tahanan agar kejadian tersebut tidak terulang,” ujarnya.
Selain itu Bambang mengimbau masyarakat untuk tetap tenang serta tidak terprovokasi dan menyebarkan berita yang belum dikonfirmasi kebenarannya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai kerusuhan di Mako Brimob merupakan satu kejadian yang luar biasa, karena bisa terjadi di pusat sebuah institusi yang seharusnya paling aman.
Menurut dia, kalau di Mako Brimob saja bisa terjadi kerusuhan, apalagi di tempat lain sehingga harus ada transparansi terkait apa yang terjadi sesungguhnya terjadi latar belakang kejadian tersebut.
“Jadi menurut saya perlu ada satu penyelidikan yang menyeluruh termasuk sistem yang ada disana,” katanya.
Menurut dia, harus ada transparansi apa yang sebenarnya terjadi karena di media sosial, masyarakat menerima foto-foto yang memberitakan hal berbeda.
Dia juga menilai harus ada evaluasi terkait keberadaan tempat tahanan di dalam Mako Brimob, apakah masih diperlukan atau dibuat terpisah karena mengingat Brimob merupakan pasukan elite di Polri.
Kejahatan Luar Biasa
Di bagian lain, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj mengutuk insiden bentrokan di rumah tahanan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat yang mengakibatkan meninggalnya lima personel kepolisian.
“Membunuh Polisi di Markas Polisi. Itu (kejahatan) luar biasa itu,” kata Said usai peringatan Harlah NU ke-92 di Masjid Agung An-Nur Kota Pekanbaru, Riau yang turut dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, Rabu (9/5/2018).
Dia mengatakan tidak hanya NU yang mengutuk insiden bentrokan narapidana teroris dengan personel kepolisian tersebut, melainkan seluruh umat Islam.
Menurut dia, dalam ajaran Islam jelas menolak kekerasan, dan itu telah tertuang dalam kitab suci umat muslim Al-Quran. “Bukan hanya NU (tapi seluruh umat) Islam. Islam menolak kekerasan. Nabi Muhammad anti kekerasan,” kata dia.
Lebih jauh, dia menjelaskan bahwa insiden tersebut menunjukkan masih adanya potensi radikalisme dan aksi terorisme di Indonesia. Menurut dia, pemerintah masih memiliki tugas besar untuk mengatasi potensi tersebut. “Itu menunjukkan bahwa masih ada potensi radikalisme, masih ada terorisme. Belum tuntas pemerintah untuk menyelesaikannya,” tuturnya.
Mabes Polri sebelumnya menyatakan lima anggota kepolisian gugur saat bentrokan dengan narapidana teroris di Rumah Tahanan Mako Brimob Kelapa Dua Depok Jawa Barat yang terjadi sejak Selasa malam (8/5/2018) itu.
Kelima anggota yang meninggal dunia itu yakni Iptu Yudi Rospuji Siswanto, Aipda Denny Setiadi, Brigadir Polisi Fandy Setyo Nugroho, Brigadir Satu Polisi Syukron Fadhli dan Brigadir Satu Polisi Wahyu Catur Pamungkas.
Meskipun memakan korban meninggal dunia lima personel dan seorang narapidana teroris, Mabes Polri menyatakan tetap mengedepankan pendekatan persuasif untuk membebaskan seorang anggota Polri yang masih disandera. (ant/chk)