Jakarta, Portonews.com – Badan Pengawas Pemilu RI mengatakan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri telah menghentikan penyidikan kasus iklan Partai Solidaritas Indonesia yang diduga merupakan kampanye di luar jadwal.
“Penanganan terhadap temuan itu dinyatakan tidak diteruskan ke proses penuntutan dengan pertimbangan ditemukan adanya perbedaan keterangan yang disampaikan Anggota KPU RI Wahyu Setiawan saat di Bawaslu dengan pada saat penyidikan di Bareskrim Polri,” ujar Ketua Bawaslu RI Abhan di Jakarta, Kamis (31/5/2018).
Menurut Abhan, Wahyu Setiawan dalam keterangannya di Bawaslu pada 16 Mei 2018 menyatakan bahwa iklan PSI dalam Koran Jawa Pos edisi 23 April 2018, dianggap sebagai kampanye di luar jadwal.
Iklan tersebut menampilkan citra diri karena memuat lambang partai dan nomor urut PSI, yang mana itu dimaknai ada unsur menciptakan dan menampilkan gambaran tentang partai peserta Pemilu 2019 tersebut kepada publik.
Ia menambahkan iklan tersebut juga dianggap menyalahi aturan soal waktu kampanye, yang mana berdasarkan Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2018 pelaksanaan kampanye melalui iklan media massa cetak dan elektronik adalah pada 24 Maret 2019 hingga 13 April 2019.
“Tapi saat di Bareskrim, Anggota KPU ini menyampaikan kalau Peraturan KPU tentang Kampanye saat ini belum disahkan, sehingga jadwal itu belum ditetapkan. Jadi PSI tidak bisa dikategorikan melakukan kampanye di luar jadwal,” terang Abhan.
Terkait dengan itu, Abhan mengaku masih belum memutuskan langkah-langkah yang akan dilakukan pihaknya untuk meluruskan kasus tersebut. “Masih akan kami bahas, masih kami pertimbangkan,” tutur dia.
Sebelumnya, sebagimana diberitakan sejumlah media Ketua Bawaslu RI, Abhan mengatakan, ada dua pengurus inti Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang terbukti menginisiasi pelaksanaan kampanye di luar jadwal oleh parpol tersebut. Atas perilakunya, kedua pengurus DPP PSI itu terancam sanksi pidana penjara.
“Bahwa perbuatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Raja Juli Antoni dan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Chandra Wiguna yang melakukan kampanye di luar jadwal melalui iklan di harian Jawa Pos pada 23 April lalu merupakan tindak pidana pemilu yang melanggar ketentuan pasal 492 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017,” kata Abhan dalam konferensi pers di Media Center Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (17/5/2018).
Atas perbuatannya itu, lanjut Abhan, kedua petinggi PSI ini terancam sanksi pidana penjara maksimal selama satu tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta. “Keduanya terancam sanksi pidana tersebut jika memang dalam persidangan nanti terbukti menguatkan kesalahan keduanya,” katanya.
Abhan menjelaskan elemen dalam iklan kampanye yang menguatkan pelanggaran tindak pidana pemilu. Dalam iklan itu, antara lain, terdapat materi ajakan untuk berpartisipasi dalam polling yang digelar oleh PSI, materi alternatif capres dan cawapres serta kabinet kerja Presiden Joko Widodo periode 2019-2024, foto Joko Widodo, lambang PSI, serta nomor urut PSI sebagai peserta Pemilu 2019.
“Hal ini termasuk dalam kegiatan melakukan kampanye sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 35 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Di mana kampanye diartikan sebagai penyampaian visi, misi, program, dan citra diri,” ujarnya
Abhan menambahkan, temuan ini sudah diteruskan kepada Bareskrim Polri pada Kamis pagi. Sebelumnya, anggota Bawaslu, Mochamad Afifuddin, mengungkapkan dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh PSI makin menguat menjelang penetapan status perkara tersebut. Menurut dia, keterangan dari para saksi ahli juga sejalan dengan dugaan Bawaslu.
“Dugaan awal kami adalah pelanggaran berupa kampanye di luar jadwal. Kemudian, berdasarkan hasil klarifikasi kami dengan sejumlah pihak, dugaan itu semakin menguat,” ujar Afif. (berbagai sumber/chk)