Jakarta, Portonews.com – Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, melestarikan hegemoninya setelah partai yang dipimpinnya, Partai Rakyat Kamboja (CPP), menang telak pada pemilihan umum Minggu (29/7/2018).
Juru bicara CPP, Sok Eysan, sempat mengatakan partainya meraih 100 dari 125 kursi parleman. Beberapa saat kemudian, laman berita pro-pemerintah DAP News melaporkan CPP memenangi 114 kursi. Kontestan lain, Partai Funcinpec dan Partai Liga Demokrasi, berturut-turut meraih lima dan enam kursi.
Pemilu kemarin diikuti kira-kira 82 persen pemilik hak suara. Komisi Pemilihan Nasional Kamboja mengatakan angka partisipasinya turun dibanding pemilu 2017 dengan 90 persen, tapi jauh lebih tinggi dibanding pemilu 2013 yang hanya diikuti 69,61 persen pemilik hak suara.
Kritikus pemerintah mengatakan pemilu kali ini adalah kemunduran di Kamboja. Tahun lalu, pemerintah membubarkan oposisi utama yaitu Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) dan menjebloskan ketuanya, Kem Sokha, ke penjara atas tuduhan pengkhianatan.
Mantan presiden CNRP yang tinggal di pengasingan, Sam Rainsy, mengatakan Hun Sen meraih kemenangan semu.
Meski terus menuai kecaman internasional, Hun Sen mampu bertahan di pucuk kekuasaan. Mantan komandan Khmer Merah ini sudah memimpin Kamboja selama hampir 33 tahun.
Amerika Serikat memberlakukan pembatasan visa terhadap pejabat Kamboja karena tidak puas atas digelarnya pemilu yang ‘direkayasa’. Uni Eropa mengancam menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Kamboja.
Humas Gedung Putih, Sarah Sanders, dalam pernyataannya mengatakan pemilu kemarin “gagal mencerminkan kehendak rakyat Kamboja”.
“Pemilihan yang bercela, yang tidak diikuti partai oposisi, memperlihatkan kemunduran sistem demokrasi di konstitusi Kamboja,” ujar Sanders. Dia menambahkan bahwa ada laporan tentang ancaman dari pemimpin nasional dan lokal terhadap para pemilih.
“Amerika Serikat akan mempertimbangkan langkah tambahan untuk menanggapi hasil pemilihan dan kemunduran demokrasi dan hak asasi manusia di Kamboja. Salah satu kebijakan kami adalah diteruskannya pembatasan visa yang diberlakukan sejak 6 Desember 2017,” kata Sanders.
Banyak tempat pemungutan suara (TPS) di ibu kota Phnom Penh tampak sepi. TPS yang dikunjungi kantor berita Reuters terlihat penuh. Beberapa orang pemilih yang ditemui mengatakan terpaksa datang ke TPS karena ada ancaman.
CNRP sempat mengajak rakyat Kamboja boikot pemilu. Tapi pemerintah mengancam siapa pun yang melakukannya akan diciduk dengan tuduhan pengkhianat.
“Sama lagi, sama lagi,” kata seorang pengemudi tuk-tuk di Phom Penh, Senin (30/7/2018), mengomentari hasil pemilu.
“Hun Sen lagi,” kata pengemudi yang mengaku tidak memilih dan menolak menyebut namanya karena takut diciduk aparat pemerintah.