Rabu, 16 Agustus 2017 PT Dirgantara Indonesia mempersembahkan kado untuk ulang tahun ke-72 Kemerdekaan Republik Indonesia berupa terbang perdana N-219, pesawat komuter yang seutuhnya merupakan karya putra-putri Ibu Pertiwi.
Terbang perdana N-219 dilakukan oleh seorang Srikandi Dirgantara, pilot Kapten Esther dan co-pilot Kapten Adi Budi. N-219 yang merupakan pesawat generasi ke-5 produksi PT Dirgantara Indonesia ini, berhasil mengudara selama 40 menit di atas langit Bandung dan sekitarnya. Tinggal landas dan mendarat dengan mulus di bandara Husein Sastranegara, Bandung, tanpa kurang suatu apapun.
“Terbang perdana N-219 ini mudah-mudahan membuka mata kita semua bahwa generasi masa kini memilki spirit dan keahlian yang tidak kalah dengan generasi sebelumnya. Dan kita percaya Indonesia di masa depan akan jauh lebih baik dan lebih unggul dibandingkan hari ini. Itu merupakan salah satu contoh kecil dari buah Reformasi 98,” kata pakar kedirgantaraan yang juga mantan Direktur Utama PT DI, Jusman Syafii Djamal.
Jusman menyinggung Reformasi 1998, karena dalam rangkaian peristiwa krisis kala itu, di mana Pemerintah Indonesia harus menanda-tangani letter of intent dengan International Monetary Fund, yang salah satu poinnya, Pemerintah Indonesia harus menghentikan aliran dana bagi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) waktu itu.
Tak lama setelah peristiwa itu, industri kedirgantaraan Indonesia harus ‘tidur panjang’. Puluhan ribu karyawan IPTN di-PHK, para insinyur andalannya banyak yang hengkang ke berbagai pabrikan pesawat di luar negeri.
“Sebagai generasi muda, kita telah mampu menunjukkan keahlian untuk membangkitkan kembali Perusahaan Industri Pesawat Terbang yang telah lumpuh terkena krisis Asia 98. Terbang perdana N-219, insya’ Allah menjadi sumber kebangkitan kekuatan kemandirian teknologi yang hingga kini masih tertidur. Bravo PT Dirgantara Indonesia!” ujar Jusman.
N-219 dengan nomor registrasi PK-XDT masih akan menjalani serangkaian uji coba terbang, untuk menguji sejumlah instrumen, seperti kontrol kemudi dan navigasi.
Sebelum melakukan terbang perdana, LAPAN dan PTDI telah melakukan serangkaian uji coba di darat. Pengujian itu meliputi run–up mesin, short taxiing, long taxiing, high speed taxiing, dan hopping test.
Selain itu, N-219 juga akan menjalani uji kelaikan udara untuk mendapatkan sertifikat dari Federal Aviation Administration, lembaga aviasi federal Amerika Serikat. Uji kelaikan udara atau uji kelaikan terbang, biasa disebut dengan kode FAR 23. Pada bagian 23 dari Federal Aviation Regulations (FAR), sebuah pesawat produk baru harus memenuhi standar kenormalan, utilitas, dan kemampuan akrobatik.
N-219 adalah pesawat hasil pengembangan N-212 Aviocar, berkapasitas penumpang 19 orang. Pesawat propeler (baling-baling) bermesin turboprop PT6A-42 buatan Pratt & Whitney Kanada ini, mampu terbang di ketinggian 23.000 kaki dengan kecepatan maksimum 395 kilometer per jam, dengan jarak jelajah 600 mil laut atau sekitar 1.000 kilometer.
Menurut Direktur Utama PT DI, Budi Santoso, saat ini pesanan atas N-219 sudah mencapai 200-an unit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Pesanan luar negeri kebanyakan datang dari negara-negara Afrika. Bahkan, Nigeria meminta untuk bisa melakukan assembly N-219 di negaranya.
Mereka memesan tidak kurang dari 100 unit. Dari pasar domestik, Lion Air Group disebut-sebut telah memesan 100 unit N-219 untuk rute feeder. Selain Lion Air, Merpati Nusantara Airlines yang akan direvitalisasi juga akan memakai 50 unit N-219. Harga N-219 diperkirakan sekitar US$5 juta sampai US$6 juta per unit.