Dampak tumpahan minyak bumi terhadap lingkungan hidup sangat merusak (destruktif). Minyak yang menyebar dapat menutupi permukaan air di sekitar hutan mangrove, padang lamun, atau terumbu karang. Minyak yang tumpah dapat juga menjadi perangkap mematikan bagi berbagai spesies burung maupun mamalia laut.
Di samping itu, tumpahan minyak yang bergerak ke pantai di mana terdapat pemukiman dan aktifitas masyarakat. Dampak minyak bumi tersebut bisa sangat mematikan seperti terhadap burung-burung dan biota lain yang terpapar langsung.
Karena itu, dalam setiap sistem tanggap darurat penanggulangan tumpahan minyak bumi, tujuan utamanya adalah mengambil kembali minyak bumi dari permukaan air secepat mungkin, untuk mencegah tumpahan minyak bergerak menuju pantai, sehingga bisa meminimalisir dampak tumpahan minyak terhadap lingkungan hidup perairan di sekitarnya.
Pengambilan kembali minyak dengan peralatan mekanis seperti kapal, oil boom, skimmer, pompa, penyerap minyak adalah pilihan utama dalam setiap penanganan tumpahan minyak. Akan tetapi, kondisi cuaca dan lingkungan seperti ombak yang tinggi menyebabkan pengumpulan dan pengambilan kembali minyak yang tumpah tidak dapat dilakukan atau tidak efektif.
Pengumpulan dan pengambilan yang tertunda bisa jadi akan memperluas daerah yang tercemar dan memperparah pencemaran yang terjadi. Maka dalam setiap sistem tanggap darurat penanggulanagan tumpahan minyak disiapkan berbagai alternatif yang memungkinkan, salah satu alternatif tersebut adalah pemakaian dispersan.
Dispersan berfungsi seperti deterjen, disemprotkan ke atas ceceran minyak yang tertumpah dan akan diambil kembali dari permukaan laut, serta menguraikannya ke dalam kolom air pada konsentrasi yang rendah.
Dispersan adalah bahan kimia yang terbuat dari surfaktan (zat aktif permukaan) yang dilarutkan dalam pelarut ditambah stabilisator dan pengawet. Umumnya surfaktan yang digunakan adalah surfaktan yang diekstrak dari minyak nabati, gula, dan sumber alami lainnya. Sedangkan pelarut yang digunakan adalah pelarut sintetis dengan toksisitas yang rendah.
Surfaktan dalam dispersan bersifat ‘menyukai’ minyak (lifopilik) dan air (hidrofilik). Ketika dispersan disemprotkan ke permukaan minyak yang tipis terjadi difusi molekul surfaktan pada antar muka minyak dan air. Ujung molekul lifopilik akan mengikat minyak dan ujung hidrofilik mengikat air.
Difusi tersebut menyebabkan penurunan tegangan antar muka minyak dan air, kemudian menyebabkan terjadinya campuran minyak dan air pada kedalaman sekitar 5-10 meter dari permukaan kolom air sebagai tetesan (droplets) berukuran lebih kurang 1 – 70 mikro meter. Pelarut pada dispersan akan memberikan efek mencairkan dan menurunkan titik beku minyak.
Di samping itu pelarut juga menurunkan kekentalan (viskositas surfaktan dan minyak) dan membantu proses emulsifikasi. Dengan demikian dispersan membantu proses pemecahan alami dari minyak yang terapung dalam air laut menjadi tetesan di dalam kolom air.
Dengan terdispersinya minyak dari permukaan air ke dalam kolom air, maka dampak pencemaran minyak seperti pelumuran pantai, burung atau biota lainnya dapat dikurangi. Pemecahan minyak menjadi tetesan dalam kolom air menyebabkan penambahan luas permukaan minyak dan menyebabkan minyak lebih mudah terbiodegradasi secara alami oleh mikroorganisme yang ada di laut.
Penggunaan dispersan dalam penanganan tumpahan minyak di laut tidak selalu berhasil dalam meminimalkan dampak dari tumpahan minyak. Pemakaian dispersan untuk menangani tumpahan minyak dari Sea Hempres (1996) di Inggris diperkirakan berhasil mencegah 57 ribu sampai 110 ribu ton minyak dan emulsinya mencemari pantai.
Dispersan juga telah berhasil mencegah meluasnya pencemaran minyak pada kebocoran minyak Tasman Spirit (2003) di Pakistan. Dalam peristiwa semburan liar Deepwater Horizon penggunaan hampir satu juta galon dispersan, di mana sepertiganya diinjeksikan langsung ke dalam sumur sumber minyak (drilling riser), berhasil membantu mengatasi pencemaran.
Penggunaan sekitar 27 ton dispersan juga telah membantu pencegahan melebarnya pencemaran saat terjadi tumpahan minyak dari pipa minyak Pertamina di Balikpapan tanggal 31 Maret 2018 yang lalu.
Namun, dispersan memilik keterbatasan dalam mendispersi tumpahan minyak. Hal ini tergantung dari karakteristik minyak dan kondisi lingkungan. Kekentalan minyak dan tingginya gelombang merupakan alasan utama dalam pemakaian dispersan.
Untuk minyak ringan diperlukan sedikit gerakan air laut untuk terjadinya proses dispersi. Sedangkan untuk minyak sedang memerlukan ketinggian gelombang di atas 2 meter seperti terlihat dalam tabel. Hampir semua dispersan dikembangkan untuk air laut. Karena itu penggunaan dispersan tidak efektif untuk air tawar.
Namun, tidak semua pemakaian dispersan berhasil dengan baik. Pemakaian dispersan pada tumpahan minyak di Natuna tahun 2000 tidak efektif dalam mencegah meluasnya pencemaran minyak. Hal ini disebabkan karena viskositas minyak yang tinggi dan kondisi laut yang tenang saat kejadian. Dispersan juga tidak efekif dalam penanganan tumpahan minyak kapal Erika di Prancis tahun 1999 dan tumpahan minyak Prestige di Spanyol tahun 2002.