Dikarenakan bentuk wilayah Indonesia berupa kepulauan, maka transportasi batubara dilakukan melalui laut. Sehingga, banyak perusahaan-perusahaan batubara di Indonesia memiliki pelabuhan. Pada bagian ini, ancaman terhadap lingkungan hidup bergeser ke wilayah perairan.
Bagaimanapun, kapal-kapal yang hilir mudik mengangkut batubara, juga mengangkut minyak, baik sebagai bahan bakar maupun pelumas. Sehingga, ada risiko untuk terjadinya tumpahan minyak karena kecelakaan lalu lintas di perairan, khususnya pelabuhan.
Guna mencegah terjadinya pencemaran laut, terutama oleh tumpahan minyak di perairan sekitar pelabuhan, pemerintah melalui Menteri Perhubungan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 58 Tahun 2013.
Dalam peraturan itu, perusahaan-perusahaan yang memiliki pelabuhan harus memiliki peralatan dan tim penanggulangan pencemaran laut. Mengenai hal itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia, belum mendapatkan data dari para anggotanya secara detail.
Terminal Khusus (TERSUS), dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) khusus batubara yang terdata oleh APBI lebih dari 100 pelabuhan. “Ada TUKS yang juga digunakan untuk publik, dan ada juga beberapa perusahaan batubara yang share dengan Kemenhub,” kata Hendra.
Sementara Kepala Seksi Penanggulanan Musibah, Subdirektorat Penanggulanan Musibah dan Pekerjaan Bawah Air, Ditjen Hubla, Kementerian Perhubungan, Anung Trijoko Wasono mengatakan, semua izin Terminal Khusus, TUKS, dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) wajib mematuhi Permenhub No. 58 Tahun 2013. “Yang jelas semua institusi yang mendapat izin Tersus, TUKS, dan BUP harus comply dengan peraturan itu. Karena semua kegiatan di pelabuhan berpotensi mencemari laut, khususnya karena tumpahan minyak,” kata Anung.
Persoalan yang dihadapi oleh perusahaan batubara yang memiliki pelabuhan, kata Hendra, untuk sharing dengan Kemenhub harus membentuk badan usaha pelabuhan (BUP), sehingga diperlukan modal cukup besar, hingga triliunan Rupiah. “Itu yang membuat kita mempertanyakan kebijakan tersebut.”
Padahal TUKS batubara yang digunakan secara sharing dengan Kemenhub, tidak bertujuan untuk mencari profit, hanya untuk membantu logistik di daerah sekitar. Mengenai Pelabuhan Khusus, APBI mendapat informasi, pemerintah akan membangun pelabuhan khusus batubara. Menurut Hendra, pelabuhan batubara yang existing saat ini sudah memadai.
Risiko tumpahan minyak, bukan hanya bisa terjadi di perairan sekitar pelabuhan, akan tetapi bisa juga terjadi di laut lepas. Tanggal 25 Juli 2017, kapal berbendera Panama, MV Melite yang memuat batubara sebanyak 70.600 ton, berangkat dari Pelabuhan Satui, Kalimantan Selatan, kandas di perairan dekat Kota Baru, Pulau Laut. Kapal berukuran raksasa itu kandas di atas gugusan karang.
Dengan muatan penuh, apabila air laut surut maka bagian bawah atau lambung kapal bisa robek terkena karang, dan itu sangat berpotensi menimbulkan pencemaran, baik karena tumpahnya minyak atau muatan batubara yang masuk ke laut.
Setelah sekitar satu bulan MV Melite kandas di perairan dekat Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Untuk mengatasinya, agen MV Melite bersama Ditjen Hubla memutuskan, selama usaha agar kapal itu keluar dari gugusan karang, disiagakan tim dan peralatan dari pusat penanggulangan tumpahan minyak.