Siapapun tidak akan pernah tahu, kapan akan terjadi bencana tumpahan minyak. Terlebih lagi bagi perusahaan-perusahan minyak dan perkapalan, setiap saat minyak dan kapal-kapal mereka terus bergerak mengarungi perairan yang jauh. Di negara-negara maju, kesadaran akan pentingnya kesiagaan terhadap kemungkinan terjadinya bencana tumpahan minyak, sudah benar-benar terlaksana dalam kebijakan perusahaan.
Rabu, 2 September 2015, pukul 18.00 waktu bagian tengah Amerika Serikat matahari masih bersinar terang. Di penghujung musim panas, biasanya matahari baru terbenam pukul 21.00. Saat itu, P.B. Shah, sebuah kapal tunda sedang mendorong 24 tongkang berisi satu juta galon minyak dari Baton Rouge, Louisiana, menyusuri Sungai Mississippi menuju Columbus, Kentucky.
Pada pukul 19.12, kapten kapal P.B. Shah mengetahui dari arah yang berlawanan kapal Dewey R. yang menarik empat tongkang, melaju dari Channahon, Illinois menuju Baton Rouge, Louisiana. Beberapa saat sebelum mendekati Belmont Point di mana batang sungai berbelok, kedua kapten kapal berbicara melalui radio VHF. Keduanya berkoordinasi agar kedua kapal yang menarik tongkang itu tidak bersisipan di belokan.
Tapi yang terjadi kemudian, pada pukul 19.59 justru kedua kapal bertemu di belokan Belmont Point dekat kota Hickman. Kapal P.B. Shah yang mendorong 24 tongkang dan berlayar melawan arus mengambil jalur agak ke kiri, yang merupakan jalur yang akan dilalui kapal Dewey R. Tabrakan pun tak terelakkan lagi.
Akibatnya, salah satu dari 24 tongkang yang didorong P.B. Shah, dengan muatan 250.000 galon minyak mentah, lambungnya pecah dan minyak segera tumpah ke sungai. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan tersebut. Tapi, badan keselamatan transportasi Amerika Serikat, NTSB memperkirakan sekitar 120.000 galon minyak mentah tumpah dan menutupi sebagian permukaan sungai Missisippi.
Akibat tabrakan tersebut, lalu lintas di Sungai Mississippi yang sangat ramai menjadi macet total. US Coast Guard terpaksa menutup lalu lintas sungai pada ruas sepanjang 17 mil. Penutupan jalur lalu lintas sungai tersebut berlangsung hingga tanggal 7 September 2015
Sungai Mississippi yang hulunya di Itasca, membentang dari utara ke selatan sepanjang 3.734 kilometer, melintasi negara bagian Minnesota, Wisconsin, Iowa, Illionis, Missouri, Kentucky, Tennessee, Arkansas, Mississippi, Lousiana, dan bermuara di Teluk Mexico.
Menurut operator yang mengatur lalu lintas Sungai Mississippi, berdasarkan peraturan yang mengatur lalu lintas sungai, pada pasal yang mengatur lalu lintas di belokan sungai, seharusnya kapal Dewey R. yang melaju dari hulu mengambil jalur kiri. Karena kapal yang berlayar menuju hulu atau berlawanan dengan arus sungai akan bergeser ke bagian dalam belokan. Sedangkan berdasarkan investigasi NTSB, kedua kapten kapal sama-sama melakukan kesalahan atas peristiwa itu.
Penanggulangan
Langkah pertama yang dilakukan US Coast Guard yang datang ke lokasi kejadian beberapa jam kemudian adalah memasang oil boom pada bagian tongkang yang robek, untuk menghentikan tumpahan minyak dari kargo ke sungai. Selain itu, mereka juga membentangkan beberapa lapis oil boom di bagian hilir dari lokasi kejadian, untuk menjaring tumpahan minyak yang terbawa arus sungai.
Hingga Kamis sore, 3 September 2015, di sekitar lokasi kejadian hanya terlihat beberapa kapal kecil saja, tidak ada tanda-tanda akan dilakukan pembersihan sungai dari tumpahan minyak.
Juru bicara Inland Marine Services, perusahaan pemilik tongkang, Patrick Crowley yang dihubungi wartawan untuk meminta penjelasan atas peristiwa tersebut, sekaligus tanggung-jawab perusahaan atas tercemarnya sungai Mississippi oleh tumpahan minyak, tidak memberikan respons.
Beberapa kali panggilan telepon tidak diangkatnya. Rupanya ia menyerahkan semua urusan dengan media kepada US Coast Guard sebagai koordinator dalam operasi penanggulangan kecelakaan dan tumpahan minyak itu.
Tim penanggulangan tumpahan minyak yang terdiri atas US Coast Guard, Inland Marine Services, dan organisasi penanggulangan tumpahan minyak baru bisa sampai ke area tumpahan minyak dekat kapal yang bertabrakan pada hari Jumat, 4 September 2015. Kapal-kapal pengangkut peralatan penanggulangan tumpahan minyak mengalami kesulitan mencapai lokasi karena terhalang oleh kapal-kapal yang terjebak ‘kemacetan’ di sungai itu.
Pada hari pertama, para responder berhasil mengangkat ribuan galon minyak yang tumpah dari permukaan dan pinggiran sungai. Juru bicara US Coast Guard, Letnan Takila Powell mengatakan bahwa dalam operasi pembersihan itu, tumpahan minyak yang menutupi permukaan sungai sangat tebal dan kental. Para responder berusaha mengangkat minyak sebanyak mungkin dari sungai dan secepat mungkin.
“Kami bekerja keras untuk membersihkan sungai dan memulihkan sistem transportasi di sini secepatnya. Kami tahu lalu lintas di sini sangat vital,” kata Powell.
Powell juga mengatakan, bahwa yang tumpah ke sungai dalam peristiwa tabrakan itu hanya minyak. Tidak ada material lain yang dianggap berbahaya. Itu ia sampaikan untuk meyakinkan publik, khususnya kalangan pencinta lingkungan hidup yang mengkhawatirkan ada bahan kimia berbahaya yang ikut tumpah ke sungai.
Powell menambahkan, para responder tumpahan minyak sudah berusaha menentukan di mana saja tumpahan minyak terkonsentrasi, agar operasi bisa dilakukan secara efisien dan efektif, bisa mengangkat sebanyak mungkin minyak dari sungai.
Sebagian minyak yang tumpah menguap selama operasi pembersihan berlangsung, sebagian lagi mengental dan harus dipanaskan terlebih dahulu agar mencair dan tidak tenggelam, untuk kemudian disedot dengan oil skimmer untuk diangkat.
“Jenis minyak yang tumpah biasanya bereaksi dengan air yang suhunya lebih rendah. Yang dikhawatirkan adalah minyak itu mengental lalu tenggelam. Itu akan lebih sulit untuk mengambilnya. Tapi kami tetap akan memastikan, apakah minyak yang tumpah itu sudah tenggelam,” kata Powell.
Untuk mengantisipasi kemungkinan ada bagian minyak yang hanyut terbawa arus dan tersangkut di pinggiran sungai, petugas penanggulangan tumpahan minyak melakukan pemantauan dari udara, menyusuri bagian hilir sungai hingga beberapa puluh mil dari lokasi tabrakan. Menurut Powel, sulit untuk memperkirakan berapa banyak minyak yang tumpah. Tapi ia memperkirakan lebih dari 120.000 galon.
Asisten Direktur Pelabuhan Hickman, Keleia McCloud, mengatakan bahwa selama operasi pembersihan sungai dari tumpahan minyak berlangsung, layanan pelabuhan dan feri beroperasi secara normal. Hanya saja, selama penutupan pada titik terjadinya kecelakaan, tidak ada kapal yang berlayar ke arah itu.
Sementara Pejabat Hickman County Kenny Wilson mengatakan bahwa masyarakat yang tinggal di sekitar area kecelakaan tidak mengalami gangguan kesehatan apapun akibat tumpahan minyak. Begitu juga dengan sumber air bersih di Columbus tidak terpengaruh, karena memang tidak ada rembesan minyak ke dalam tanah yang masuk ke sumur. Meski demikian, pihaknya tetap membuka layanan untuk laporan atau pengaduan dari masyarakat.
Powell juga mengatakan tidak ada laporan mengenai kematian ikan-ikan di Sungai Mississippi akibat tumpahan minyak. Tapi, seorang nelayan, Joe Hogancamp dari Bardwell, Kentucky, mengatakan ia mungkin harus menahan diri untuk tidak memancing di daerah yang terkena tumpahan minyak.
“Menurut saya, hanya sedikit gangguan terhadap lingkungan hidup. Tapi saya ragu, apakah untuk sementara kita tidak makan ikan dari sungai ini?” ujarnya.
Secara keseluruhan operasi penanggulangan tumpahan minyak di Sungai Mississippi akibat tabrakan dua kapal tongkang minyak itu berlangsung selama enam hari. Pada tanggal 8 September 2015, lalu lintas Sungai Mississippi sudah dibuka kembali.
Catatan
Dari peristiwa tabrakan dua kapal tongkang di Sungai Mississippi itu ada beberapa hal yang pantas dicatat. Pertama, respons yang cepat atas peristiwa kecelakaan yang mengakibatkan tumpahan minyak dilakukan oleh US Coast Guard sebagai pemegang otoritas di wilayah perairan, termasuk sungai, di Amerika Serikat.
Pemasangan oil boom untuk menghentikan tumpahan minyak dari lambung kapal tongkang, menunjukkan tindakan cepat dan tepat. Namun, dari peristiwa itu bisa disimpulkan bahwa peralatan penanggulangan tumpahan minyak (PPTM), khususnya oil boom, dalam konteks kejadian itu, bisa diperoleh dengan cepat. Artinya, PPTM terdapat di sekitar lokasi kejadian, atau di kapal. Baik di kapal yang mengalami kecelakaan, kapal US Coast Guard, maupun kapal-kapal yang lalu lalang di sana.
Hal ini adalah potret ideal bagaimana seharusnya perusahaan-perusahaan minyak, perkapalan, dan pelabuhan memiliki kesadaran dan kesiagaan atas kemungkinan terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan tumpahan minyak. Baik di perairan laut, danau, maupun sungai.
Sejatinya, Pemerintah Indonesia sudah menuju ke arah itu. Di mana Menteri Perhubungan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 58 Tahun 2013, yang antara lain mewajibkan perusahaan-perusahaan yang memiliki potensi terjadinya tumpahan minyak (perusahaan minyak, perkapalan, dan pelabuhan) wajib memiliki kesiagaan untuk menanggulangi tumpahan minyak, jika sewaktu-waktu terjadi.
Kesiagaan itu bisa dengan cara memiliki atau menyewa tim dan peralatan penanggulangan tumpahan minyak yang telah terakreditasi berstandar IMO, atau dengan menjadi member dari perusahaan pusat penanggulangan tumpahan minyak.
Namun hingga kini, meskipun Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan berulang kali mengingatkan hal tersebut, sekitar 1500 perusahaan yang dimaksud oleh Permenhub No. 58 Tahun 2013, baru kira-kira 100 perusahaan saja yang sudah memenuhinya.
Kedua, Inland Marine Services sebagai perusahaan pemilik tongkang yang mengalami kecelakaan dan minyak muatannya tumpah ke sungai, menunjukkan tanggung-jawabnya dengan bergabung dalam tim penanggulangan tumpahan minyak bersama US Coast Guard dan organisasi penanggulangan tumpahan minyak. Artinya, perusahaan ini memiliki tim penanggulangan tumpahan minyak yang terlatih.
Dalam kasus ini, US Coast Guard, Inland Marine Services, dan pusat penanggulangan tumpahan minyak, telah melakukan best practice dalam pengelolaan informasi mengenai kejadian tumpahan minyak, yaitu memusatkan otoritas pada satu pihak atau pejabat untuk memberikan keterangan kepada media.
Ketiga, ketika terjadi bencana tumpahan minyak di perairan, dalam ini perairan sungai, semua institusi publik yang berkompeten, seperti layanan pelabuhan, perikanan, layanan pengaduan publik, dan lembaga layanan publik terkait lingkungan hidup, semua bergerak melakukan pengecekan, apakah ada dampak tertentu dari satu peristiwa tumpahan minyak, dan mengetahui apa langkah yang ditempuh selanjutnya.