Terpilihnya Indonesia sebagai Anggota Dewan International Maritime Organization (IMO) Kategori C merupakan bukti pengakuan negara-negara lain atas status Indonesia sebagai negara maritim. Dengan demikian Indonesia dapat menentukan berbagai agenda dan kebijakan global yang berpengaruh pada kemaritiman dunia yang menjadi domain lembaga ini.
Keanggotaan Indonesia pada Dewan IMO juga diharapkan dapat mewujudkan visi kemaritiman Pemerintah RI dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional.
Sebagai Anggota Dewan IMO, Indonesia bisa mengambil peran lebih banyak dan signifikan dalam konteks kemaritiman pada skala internasional. Hal itu juga lebih memperkuat posisi Indonesia sebagai poros maritim dunia, seperti yang dideklarasikan Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Sejauh ini Indonesia telah meratifikasi sejumlah konvensi yang disepakti bersama anggota-anggota lainnya, yaitu SOLAS 1974, CSC 1972, STCW 1978, INMARSAT 1976, MARPOL 73/78 (Annex I – II), COLREG 1972, dan CLC 1992. Kemudian pada 24 Agustus 2012 Indonesia juga meratifikasi MARPOL 73/78 (Annex III, IV, V, dan VI) dan Konvensi SAR 1979.
Kemudian, pada tahun 2015 Indonesia meratifikasi Convention of Ballast Water Management melalui Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2015 tentang Pengesahan The International Convention For The Control And Management Of Ships Ballast Water And Sediments, 2004 (Marpol Annex IV). Piagam notifikasinya diserahkan kepada Sekretaris Jenderal IMO pada 24 November 2015.
Selain itu, Indonesia juga terus mengupayakan peningkatan keamanan dan keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan Selat Philips, dengan mensponsori protek Marine Electronic Highway (MEH).
Upaya lain yang dilakukan Indonesia adalah dengan membangun Pusat Data Nasional guna mendukung Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS), dan Long Range Indentification and Tracking System (LRIT) yang beroperasi di bawah pengaturan International Mobile Satellite Organization (IMSO).
Sedangkan untuk menghimpun dan mengolah segala informasi terkait kondisi terkini di seluruh perairan Indonesia, serta menyalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan, telah pula dibangun Call Centre. Badan ini berfungsi sebagai Pusat Informasi real time Maritim Indonesia.
Selain wilayah lautnya menjadi lalu lintas yang padat oleh pelayaran kapal-kapal dari berbagai negara, Indonesia sendiri juga sangat mengandalkan moda transportasi laut, mengingat bentuk wilayah yang berupa kepulauan. Transportasi laut diandalkan untuk angkutan penumpang dan barang, termasuk migas.
Tahun 2015, Indonesia memiliki 2400an pelabuhan dan sekitar 15.000 kapal berbendera Indonesia. Namun, dari angka itu, hanya 262 pelabuhan dan sekitar 1000 kapal saja yang memenuhi standar International Ship and Port-facility Security (ISPS Code).
Dari 262 pelabuhan di Indonesia yang telah memenuhi standar ISPS Code, hingga tahun 2015 baru sekitar 30 pelabuhan saja yang sudah dilengkapi dengan peralatan penanggulangan tumpahan minyak (PPTM). Padahal, berdasarkan ketentuan, yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 58 Tahun 2013, yang menyebutkan kelengkapan PPTM di pelabuhan adalah wajib.
Adapun mengenai sanksi atas pencemaran laut yang disebabkan tumpahan minyak atau zat kimia berbahaya, diatur dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Kelestarian lingkungan hidup, khususnya ekosistem laut, tidak boleh rusak oleh peradaban manusia. Kapal-kapal harus tetap berlayar, dan lautan tetap terjaga.