Tumpahan minyak, baik di darat maupun di laut, sebagian besar terjadi karena kelalaian manusia. Hanya kasus tumpahan minyak karena pecahnya drilling riser di dasar laut yang menyebabkan blow out, seperti yang terjadi pada sumur Macondo, Deepwater Horizon di Teluk Meksiko, yang bisa dikategorikan ‘gejala alam’.
Sebenarnya, itu pun, jika operator lebih seksama mengamati perubahan tekanan dari dalam perut bumi, petaka semacam itu bisa dihindari. Namun yang paling memprihatinkan, tumpahan minyak karena awak kapal membuang minyak bekas ke laut. Berikut kami paparkan ‘Delapan Penyebab Terjadinya Tumpahan Minyak’.
Tanker Tersangkut Karang
Tumpahan minyak dalam jumlah besar sering kali disebabkan lambung kapal tersangkut karang, dan robek. Tragedi besar tumpahan minyak karena tersangkut karang salah satunya menimpa SS Torrey Canyon. Kapal ini meninggalkan dermaga Pelabuhan Mina Al Ahmadi, Kuwait.
Tanker raksasa ini milik Barracuda Tanker Corporation yang bermarkas di Bahamas dan terdaftar di Republik Liberia, sedang dicarter oleh British Petroleum untuk mengangkut 120.000 ton minyak mentah yang akan dibawa ke Milford Haven, Wales di barat daya Inggris.
Torrey Canyon memiliki panjang 297 meter. Sedangkan panjang maksimal kapal yang diizinkan melalui Terusan Suez, yang dikenal dengan Suezmax adalah 285 meter. Kelebihan panjang 12 meter sehingga harus memutar melalui Afrika selatan.
Padahal, pertama kali diluncurkan tahun 1959 dari galangan Newport News – Virginia, Amerika Serikat, ukurannya hanya setengahnya dari ukuran saat itu. Karena kebutuhan akan minyak meningkat signifikan, setelah mengalami penambahan kapasitas di Galangan Sasebo, Jepang, tahun 1964-1965 Torrey Canyon menjadi VLCC, Very Large Crude Carrier.
Mendekati pelabuhan tujuan, Torrey Canyon melaju dengan kecepatan penuh. Nahasnya, Torrey Canyon tersangkut di puncak Pollard’s Rock, puncak dari bukit karang bawah laut paling utara, atau karang ketujuh dari gugusan karang Seven Stones Reef. Seketika itu juga enam dari 18 kargo minyak di lambung Torrey Canyon robek dan menghamburkan puluhan ribu ton minyak tumpah ke laut.
Senin, tanggal 28 Maret 1967 yang bertepatan dengan Hari Raya Paskah, Torrey Canyon terbelah menjadi tiga bagian. Bagian haluan lebih dulu masuk ke dalam laut, menumpahkan sisa-sisa minyak yang terdapat di kargo bagian depan. Selain Torrey Canyon, tumpahan minyak dalam jumlah besar yang disebabkan tersangkut karang adalah kasus Exxon Valdez di Alaska pada tahun 1989.
Tabrakan Kapal
Tumpahan minyak yang disebabkan tabrakan kapal, sering terjadi di perairan sempit atau sungai. Lokasi yang paling sering menjadi tempat kejadian tabrakan kapal adalah Selat Malaka.
Dua kapal kontainer bertabrakan di perairan Pelabuhan Pasir Gudang, timur Selat Johor. Kejadian itu berlangsung yang berlaku pada 4 Januari 2017 pukul 11.05 malam.
Kejadian itu berawal dari kerusakan generator pada kapal MT Wan Hai 301 yang terdaftar di Singapura, menyebabkan hilang kendali dan menabrak kapal kontainer MT APL Denver yang berada di depan kapal MT Wan Hai 301.
Tabrakan kapal itu mengakibatkan minyak sebanyak 300 ton di kapal MT APL Denver tumpah ke laut. Minyak yang tumpah terbawa arus, menyeberangi Selat Malaka hingga ke pantai Pulau Bintan dan Batam.
Tanker Diterjang Badai
Kasus paling populer tenggelamnya tanker karena dihantam badai dan menimbulkan tumpahan minyak, adalah kasus Erika. Rabu, 8 Desember 1999, MV Erika meninggalkan Dunkerque, membawa muatan 31.000 ton heavy oil.
Kapal berbendera Malta sepanjang 184 meter yang dibangun di Kasado Dock Co. Ltd., Jepang pada tahun 1975 itu bergerak ke arah barat, melewati selat Dover, menuju Samudera Atlantik. Erika diperkirakan merapat di Pelabuhan Livorno, Italia pada tanggal 22 Desember 1999.
Memasuki Teluk Biscay badai makin mengamuk. Menjelang sore pada 11 Desember Kapten Sundar menyadari kapalnya sudah miring ke kanan 10 hingga 12 derajat. Tidak hanya itu, bagian tengah lambung kapal mulai retak, dan air mulai merambah. Pada jam-jam berikutnya ketika hari mulai gelap Erika sudah tidak bisa dikendalikan. Gelombang laut makin menggila, mempermainkan Erika seperti kaleng sarden. Sundar mengaktifkan sinyal SOS.
Keesokan-harinya, 12 Desember 1999, Erika pecah jadi dua bagian dan tenggelam dengan cepat. Dalam 24 jam pertama Erika kehilangan lebih dari 14.000 ton yang melumuri Pantai Brittany, wilayah barat Perancis. Pada ruang kargo yang terdapat di bagian haluan kapal, diperkirakan masih terdapat 6.400 ton minyak.
Setelah kejadian yang menimpa MV Erika, International Maritime Organization (IMO) mengeluarkan ketentuan, setiap kapal tanker yang akan dibangun harus dirancang dengan double hull.
Blow Out
Tumpahan minyak di Anjungan Deepwater Horizon yang berada di Teluk Meksiko dan mulai beroperasi sejak tahun 2008, adalah sejarah terburuk dalam peradaban sejak manusia mengenal minyak. Lokasi sumur minyak di laut dalam itu sekitar 40 mil lepas pantai Lousiana.
Deepwater Horizon adalah anjungan lepas pantai yang separuh bagiannya tenggelam, dan bisa bergerak secara dinamis. Di atas rig baja seberat 4.500 ton itu, BP menyedot minyak 74.000 barel per hari dari perut bumi di bawah dasar laut sedalam 1.600 meter.
Saat itu, 20 April 2010, sebagian karyawan baru selesai makan malam sekitar pukul 21.00, ketika terjadi ledakan dahsyat. Kamis, 22 April 2010, pukul 04.00, apa yang dikhawatirkan banyak pihak menjadi kenyataaan. Ketiga pipa penyedot minyak itu putus, dan memuntahkan minyak mentah di dalam laut.
Beruntung api di rig sudah mulai mengecil. Minyak sebanyak 74.000 sampai 100.000 barel per hari menyembur di dasar laut selama 87 hari, mencemari laut hampir seluruh bagian Teluk Meksiko.
Lalu, enam jam kemudian terjadi beberapa ledakan keras yang kemudian secara perlahan rig seharga hampir US$560 juta milik Transocean itu tenggelam. Meskipun rig sudah tenggelam, minyak yang berada di atasnya masih sangat banyak dan dalam keadaan terbakar hebat.
Sementara tiga sumur di dasar laut, terus memuntahkan minyak. Puncaknya pada bulan Juni 2010, jumlah minyak yang menyembur dari tiga sumur itu mencapai 100.000 barel per hari.
Petaka itu terjadi pada pukul 21.45, 20 April 2010, ketika tiba-tiba muncul tekanan hebat berupa gas methana hydrate dari dalam sumur, lalu masuk ke drilling riser, lalu masuk ke pipa hingga ke drilling rig. Peningkatan tekanan gas metana yang terjadi dengan sangat tiba-tiba itu tidak sempat dilepaskan ke udara oleh para pekerja.
Besarnya tekanan gas itu mengakibatkan blowout preventer pada instalasi drilling rig tidak kuat menahannya dan terjadilah ledakan yang diikuti bola api raksasa. Para ahli mengemukakan, gas metana hampir selalu terdapat pada sumur minyak. Volumenya berbanding lurus dengan deposit minyak pada sumur yang dieksploitasi.
Pipa Minyak Bocor
Tumpahan minyak juga sering kali terjadi karena bocor atau pecahnya pipa, di darat maupun di laut. Di darat, tumpahan minyak biasanya karena ulah manusia yang mencuri pipa atau minyak yang dialirkan.
Sedangkan di laut terjadi karena pipa minyak bawah laut bocor karena keropos, pecah karena tekanan dari dalam pipa yang sangat kuat, sambungannya lepas, tertabrak kapal, atau tergerus jangkar.
Beberapa kejadian tumpahan minyak dari pipa yang bocor atau pecah, pernah terjadi pada saluran pipa bawah laut milik PPEJ Petrochina di perairan Tuban, Jawa Timur dan saluran minyak bawah laut milik Pertamina di Balikpapan, kalimantan Timur.
Transfer
Peristiwa tumpahan minyak juga biasa terjadi ketika dilakukan transfer dari kapal tanker ke tanki penampungan di darat, atau sebaliknya. Tumpahan minyak terjadi karena karena sambungan pada dolphin kurang rapat, karena over loading, atau karena selang dari kapal tanker ke dolphin atau sebaliknya mengalami kebocoran. Umumnya, kasus tumpahan minyak saat dilakukan transfer terjadi pada malam hari.
Kasus-kasus tumpahan minyak pada saat transfer pernah terjadi di Pelabuhan Rayong, Thailand. Transfer dilakukan melalui selang terapung yang tersambung dengan pipa bawah laut. Namun kemudian, selang yang digunakan pecah pada bagian Single Point Mooring, dan minyak mentah yang diangkut dari Oman itu pun tumpah ke laut, menutupi wilayah perairan pelabuhan.
Kejadian itu baru diketahui beberapa jam setelah selang pecah. Kasus tumpahan minyak pada saat transfer juga beberapa kali terjadi di Pelabuhan Dumai ketika minyak sawit dimuat ke kapal tanker.
Kapal Membuang Minyak
Tanggal 14 maret 2016 PT Pelindo II memberikan notifikasi kepada OSCT Indonesia bahwa di kolam pelabuhan dekat Dermaga 207 dan 208 Terminal 3 Pelabuhan Domestik, terdapat tumpahan minyak dalam jumlah cukup banyak. Awalnya, di beberapa lokasi di permukaan perairan pelabuhan terlihat shein yang cukup pekat. Setelah ditelusuri, ditemukanlah beberapa kelompok tumpahan minyak.
Awalnya, tumpahan minyak itu diduga berasal dari pecahnya selang dari dermaga yang terhubung dengan bunkering bahan bakar kapal. Namun hal itu segera ditepis oleh PT Pelindo. Kemudian otoritas pelabuhan menyebutkan bahwa tumpahan minyak itu adalah minyak bekas yang dibuang dari sebuah kapal. Namun, kapal yang membuang minyak bekas ke laut yang disebutkan otoritas pelabuhan, tidak pernah teridentifikasi.
Agar kasus oil spill yang disebabkan oleh kesengajaan awak kapal membuang minyak ke laut tidak terulang lagi, para pemangku kepentingan di pelabuhan, mulai dari regulator, pengelola pelabuhan, dan lembaga yang berkompeten lainnya, merumuskan solusi untuk menciptakan sistem kontrol dan deteksi atas kapal-kapal yang masuk ke pelabuhan.
Rembesan Dari Darat
Tumpahan minyak di laut, danau atau sungai juga bisa disebabkan karena rembesan minyak yang berasal dari sumur minyak yang berada di darat. Kasus semacam itu, misalnya terjadi di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera selatan.
Minyak yang merembes dan akhirnya mencemari Sungai Musi, berasal dari eksploitasi minyak di wilayah yang sangat berdekatan dengan anak-anak Sungai Musi. Di sana terdapat beberapa sumur minyak yang ditinggalkan oleh beberapa perusahaan, di antaranya seperti ConocoPhillips dan Pertamina, kemudian dikelola oleh masyarakat. Beberapa kasus pencemaran tersebut lebih banyak disebabkan oleh kebocoran, pembuangan lumpur, dan pencurian pipa yang mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak di sungai.
Di sisi yang lain, tumpahan minyak tersebut menjadi mata pencaharian bagi masyarakat yang menguras tumpahan minyak itu dengan alat sederhana. Mereka menjadikan batang kayu sebagai oil boom yang berfungsi untuk menghimpun minyak di sungai, lalu mengangkat minyak dengan kain kemudian diperas.