Jakarta, Portonews.com – Laksamana TNI (Purn) Ade Supandi SE, MAP, meluncurkan buku di Balai Samudera, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (18/10/2018). Tidak tanggung-tanggung, mantan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) itu meluncurkan dua buku sekaligus.
Acara peluncuran dihadiri Kasal Laksamana TNI Siwi Sukma Adji, sejumlah perwira Angkatan Laut, serta keluarga, kerabat, serta teman sekolah dan guru Ade.
Buku pertama yang diluncurkan siang tadi adalah biografi berjudul “Kasal Kedua Dari Tanah Pasundan”. Lewat buku ini setebal 364 halaman ini Ade menceritakan pengalaman masa mudanya hingga meraih posisi tertinggi di Angkatan Laut.
Buku kedua merupakan karya intelektual berjudul. “Fondasi Negara Maritim”. Melalui karya tulisnya ini, Ade mengingatkan kembali bahwa Indonesia adalah negara maritim.
“Pemahaman tentang maritim terus berkembang. Dinamika dalam konteks kelautan boleh dibilang baru, walaupun kita mengenal istilah laut, kelautan, segara, samudera, dan sebagainya. Tapi dalam konteks yang bekaitan dengan sains, dengan sistem, kita lebih mengenalnya dengan istilah maritim,” kata Ade.
“Dari pengamatan pribadi saya, untuk membuat bangunan utuh yang pertama dibutuhkan adalah fondasinya, kemudian bangunannya, lalu atapnya. Yang saya kupas di sini baru tentang apa yang menjadi fondasi untuk negara kita,” ujar alumnus AKABRI Bagian Laut Angkatan ke-28 tahun 1983 itu.
“Yang mendasar tentu saja undang-undang. Hal itu tidak perlu kita bahas lagi. Yang dibahas adalah karakter manusia Indonesia yang akan menentukan negara maritim seperti apa. Manusia adalah sesuatu yang paling mendasar di fondasi negara maritim,” ujar pria yang dilantik sebagai Kasal pada 31 Desember 2014 itu.
Ade juga mengingatkan pentingnya kepemimpinan yang kuat di bidang maritim. Dengan kesadaran yang tinggi bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya adalah perairan, pembangunan bisa lebih disesuaikan dengan fakta geografis ini.
“Indonesia punya laut pedalaman. Tapi banyak yang terlalu dangkal sehingga tidak bisa dilewati kapal pesiar berukuran besar. Untuk mengakomodasinya, kita bisa membangun sodetan atau melakukan reklamasi untuk membuat dermaga yang memadai untuk kapal-kapal itu bersandar,” kata perwira yang sekitar seperempat abad mengabdi untuk negeri ini.
Meski topik yang diangkat terkesan berat, buku “Fondasi Negara Maritim” mudah dipahami isinya. “Buku ini bahasanya sederhana. Penyampaiannya juga sangat sederhana. Tapi di balik kesederhanaannya, makna yang disampaikan buku ini amat tinggi,” kata ilmuwan sejarah Prof Dr Anhar Gonggong.
“Laut Indonesia ibarat benua keenam. Artinya, masa depan kita adalah apa yang bisa kita peroleh dari laut. Sayangnya, hal ini sering dilupakan karena kita salah mengerti tentang diri kita sendiri,” ujar peneliti berusia 75 tahun itu.
Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh ikut memberi sambutan. “Setiap biografi pasti memberi nilai-nilai yang baik untuk diteladani pembacanya,” kata Kent.
“Jika kita menulis buku hanya dari literatur, isinya tidak akan lengkap. Saya yakin buku tulisan Pak Ade ini pasti lengkap karena dia adalah seorang praktisi,” ujar pria yang menjabat Kasal pada 25 April 2002 hingga 18 Februari 2005 itu.