Jakarta, Portonews.com – Kementerian Keuangan memastikan tetap menambah alokasi subsidi solar menjadi Rp 2.000 per liter. Penambahan alokasi subsidi ini dipastikan tanpa merubah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
Opsi yang dapat digunakan pertama, adalah dengan mengalihkan pembayaran subsidi (carry over) pada PT Pertamina (Persero). Pengalihan tersebut, nantinya akan menjadi utang pemerintah.
Setelah melihat realiasinya di akhir tahun dan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pemerintah seperti biasa akan membayar utang tersebut kepada perusahaan pelat merah pada tahun anggaran selanjutnya.
Namun, ternyata pemerintah memiliki opsi lain yaitu menambah alokasi subsidi dari pos belanja lainnya. Salah satunya, adalah dampak dari kenaikan harga minyak dunia dan nilai tukar yang secara tidak langsung memberikan dampak positif bagi kas negara.
“Dari sisi penerimaan maupun belanja, pasti ada beberapa yang bergerak berdasarkan indikator ekonomi seperti harga minyak, nilai tukar. Pergerakan itu ada di dalam UU APBN, yang mengamanatkan untuk bisa teralokasikan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seperti dikutip CNBC Indonesia, Kamis (12/7/2018).
Seperti diketahui, asumsi nilai tukar rupiah dan harga minyak dunia dalam APBN 2018 memang sudah tidak sesuai dengan realitanya. Namun, kondisi tersebut sejatinya memberikan keuntungan tersendiri bagi kas keuangan negara.
Mengutip data sensitivitas APBN 2018, setiap kenaikan Indonesia Crude Price (ICP) US$ 1/ barel, penerimaan negara akan naik sekitar Rp 3,4 triliun – Rp 3,9 triliun. Sementara belanja, akan meningkat sekitar Rp 2,4 – Rp 3,7 triliun.
Sementara itu, pelemahan rupiah juga menjadi berkah bagi APBN. Setiap penguatan Rp 100/US$ di atas asumsi pemerintah, maka penerimaan negara bertambah Rp 3,8 triliun – Rp 5,1 triliun, belanja pun bertambah Rp 2,2 triliun – Rp 3,4 triliun.
Uang yang didapat ‘cuma-cuma’ itu, menurut Sri Mulyani bisa digunakan untuk menambah alokasi tambahan subsidi, meskipun tanpa melalui mekansime perubahan APBN. Namun, pemerintah akan tetap melihat pos anggaran yang tersedia untuk dialihkan alokasi subsidi.
“Bagi pemerintah, kenaikan dari Rp 500 per liter jadi Rp 2.000 per liter itu dialokasikan berdasarkan pos yang ada,” jelasnya.