Berbeda dengan minyak dan gas bumi, batubara terdapat di permukaan tanah. Kalaupun berada di dalam tanah, umumnya tidak terlalu dalam. Karenanya siapa saja bisa menambang batubara. Mulai dari penambang yang menggunakan cangkul hingga perusahaan besar yang menggunakan alat-alat berat.
Saat ini, menurut data Asosiasi Pertambangan Batubara (APBI), perusahaan batubara yang memiliki izin saja jumlah mencapai 10.500. Sedangkan penambang liar jumlahnya tidak terhitung.
Penambangan batubara yang dilakukan secara sederhana maupun dengan peralatan modern, risikonya tinggi. Risiko bagi para penambang yang bekerja di area tambang, masyarakat yang tinggal di area tambang, dan lingkungan hidup. Karena itu, pemerintah menetapkan sejumlah ketentuan dalam penambangan batubara.
Guna menjamin keselamatan para pekerja yang terlibat dalam penambangan batubara, perusahaan batubara wajib mengikuti semua ketentuan Undang-undang Keselamatan Kerja Nomor 1 Tahun 1970 dan peraturan-peraturan turunannya sebagai petunjuk teknis pelaksanaan. Karena itu, setiap perusahaan batubara menetapkan anggaran untuk health, safety, and environment (HSE) minimal 15% dari anggaran tahunan.
“Karena tingkat risiko pekerjaan di pertambangan batubara cukup tinggi maka standar keselamatannya pun harus tinggi. Apalagi untuk kewajiban konservasi lingkungan, untuk beberapa perusahaan mungkin anggarannya bisa lebih tinggi dari 15%. Environtment-nya itu lebih luas, makin tinggi porsinya, terutama yang beroperasi di kawasan hutan,” kata Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia.
Terkait lingkungan hidup, restorasi lahan bekas tambang batubara menjadi kewajban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Restorasi meliputi penghutanan kembali lahan bekas tambang. Karena jika tidak, selain fisik lahannya rusak, pada lahan bekas pertambangan mineral menimbulkan radiasi di atas normal, sehingga membahayakan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Menurut Hendra, restorasi yang dilakukan oleh perusahaan batubara, diaudit oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, atau dinas di tingkat provinsi atau kabupaten – kota. Cuma, kata dia, pada sektor pertambangan di Indonesia, pengawasannya juga berbeda. Perusahaan Kontrak Karya dan PMA pengawasannya dilakukan oleh kementerian di pusat, sedangkan perusahaan kecil-kecil yang jumlahnya ratusan, pengawasannya di daerah.