Jakarta, Portonews.com – Keberadaan posisi Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) yang masih lowong diharapkan diisi oleh orang kapabel dan mampu melaksanakan tugas amanah. Terlebih Pertamina kini makin besar setelah menjadi nakhoda BUM holding migas.
Ketua Umum eSPeKaPe (Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina) Binsar Effendi Hutabarat, mengungkapkan, kebijakan penugasan dari pemerintah yang memiliki saham 100% di Pertamina makin berat. Karenanya, dia berharap pilihan Dirut definitif yang akan dipilih menggantikan pelaksana tugas (Plt) Dirut Pertamina Nicke Widyawati harus berkemampuan untuk melaksanakannya.
Dirinya menunjuk salah satu tugas berat dalam kepentingan holding company gas dengan Pertamina memegang saham PGN, masih menyisakan faktor kesulitan tersendiri.
Pasalnya pengalihan saham dari PGN ke Pertamina yang tercatat 1,38 miliar lembar saham itu memposisikan saham Pemerintah di PGN hanya 57 persen. Sisanya yang 43 persen adalah saham milik swasta yang didominasi asing. Jika Pertamina menjadi induk PGN, apakah ada kemampuan Dirut Pertamina yang baru nanti melakukan buy back, sehingga tidak ada lagi saham asing di PGN” ungkapnya tandas,” teranga Binsar yang juga menjabat sebagai Panglima Gerakan Spirit ’66 Bangkit (GS66B).
Tugas berat lainnya, menurutnya, adalah Dirut baru Pertamina yang terpilih mampu memborong seluruh lifting crude oil jatah KKKS.
“Jika tidak terbeli, dalam aturannya nanti menurut Menteri Jonan harus ada alasannya kenapa produk lokal yang diperintahkan Presiden Jokowi tidak dibeli oleh Pertamina?. Dengan demikian, tugas dirut baru nantinya sungguh sangat berat,” sambung Binsar yang yang juga Ketua Dewan Penasehat Laskar Merah Putih (LMP) ini.
Meski begitu dirinya merasa sejauh ini ada kabar menggembirakan, seperti membaiknya kinerja PT Pertamina Eksplorasi & Produksi (PEP) anak perusahaan Pertamina pada 20 Agustus 2018 lalu berhasil menemukan cadangan minyak dan gas bumi (migas) serta kondesat di Jawa Barat melalui pengeboran sumur eksplorasi Akasia Maju-001 (AM-001) di PEP Asset 3 Jatibarang Field yang terletak di Desa Bulak Lor, Jatibarang, Indramayu dan merupakan salah satu rencana kerja PEP tahun 2018 yang sumurnya mulai ditajak pada 20 Maret 2018, dengan hasil uji produksi hingga 1.700 barel per hari (bph).
Kemudian di penghujung Agustus 2018 ini, PEP Asset 4 berhasil memproduksi minyak hingga 16.385 bph dari target 14.032 bph yang penambahannya itu didapat dari Lapangan Sukowati yang dikelola PEP sejak Mei 2018 dengan adanya pekerjaan sumur di SKW-27.
“Selain di Sukowati Field, ada beberapa program yang bisa mendongkrak produksi di tahun 2018 seperti reparasi Salawati dan integrasi Linda Sele di Papua, sumur BW di Lapangan Polong, pengeboran sumur BNA dan KWG di Cepu, dan lainnya” beber Ketua Umum eSPeKaPe ini.
Namun, tugas Pertamina sendiri amat berat dengan penyediaan ,5 juta bph untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri. Sementara kilang minyak yang dimiliki Pertamina baru memproduksi 800 ribu bph, karena itu sisanya impor baik dalam bentuk crude oil maupun produk.
“Kendati banyak berhasil menemukan cadangan di beberapa lapangan minyak tapi masih jauh untuk bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri,” papar Binsar Effendi yang juga penasehat komunitas Pelaut Senior.
Sejak terbitnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 36 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembentukan Satu Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan Secara Nasional yang di teken Menteri ESDM Ignasius Jonan pada 10 November 2016.
Kemudian Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2018 Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan PT Pertamina. Dimana yang dialihkan adalah saham dari PT Perusahaan Negara Gas (PGN) Tbk ke Pertamina yang menjadi holding company gas dan PGN kehilangan statusnya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan berstatus perseroan terbatas (PT) saja yang harus tunduk pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT, karena Pertamina menjadi pemegang saham PT PGN Tbk yang tercatat 1,3 miliar lembar saham.
Selanjutnya belakangan ini Menteri ESDM atas perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menerbitkan aturan kewajiban Pertamina borong minyak mentah (crude oil) lokal dengan membeli seluruh lifting crude oil yang hasil produksi Kontraktor Kontak Kerja Sama (KKKS) dengan harga pasar. Dimana semangatnya adalah agar produksi dalam negeri di olah di dalam negeri sendiri, yang dimaksudkan untuk tetap terjaganya devisa negara dan menghemat biaya transportasi.
“Janganlah kekuasaan yang dipercaya untuk mengatur BUMN migas dan memimpin Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di Pertamina, kembali berlaku sesuka-sukanya karena kewenangannya yang terkadang membluffing dengan mengekspos nama seseorang sebagai Dirut baru Pertamina mendahului hak prerogatif Presiden Jokowi selaku Ketua Tim Penilai Akhir (TPA) yang berhak menetapkan siapa sosok yang terpilih menjadi Dirut Pertamina definitif. Biarlah Presiden Jokowi yang menentukan siapa Dirut Pertamina definitif, eSPeKaPe sangat percaya Presiden Jokowi memilihnya orang yang tepat dan benar untuk bisa mewujudkan impian Pertamina menjadi World Class Energy Company,” sebutnya.