Jakarta, Portonews.com – Harga minyak dunia akan menembus US$90 per barel pada kuartal kedua 2019. Proyeksi Bank of America Merrill Lynch itu menyusul terjadinya gangguan pasokan minyak dunia menyusul sanksi ekonomi terhadap Iran.
Arab Saudi, Rusia, dan OPEC siap menggenjot produksi minyaknya untuk menjaga harga. Namun kenaikan harga diperkirakan tetap akan terjadi karena gangguan pasokan.
“Saat ini kita berada di kisaran harga minyak yang amat menarik dan lembaga kami melihat bahwa harga minyak akan menyentuh US$90 pada akhir kuartal kedua tahun depan,” kata Hootan Yazhari, kepala riset ekuitas bursa di Bank of America Merril Lynch, seperti dikutp CNBC, Minggu (1/7/2018).
“Kita bergerak menuju keadaan dengan ancaman gangguan pasokan di seluruh dunia. Presiden (Donald) Trump gencar mengisolasi Iran dan melarang sekutu Amerika Serikat membeli minyak dari Iran,” ujarnya.
“Dengan cadangan minyak yang terus menurun dan kapasitas terpasang cukup rendah, pasti akan terjadi gangguan pasokan akibat menanasnya situasi geopolitik sekarang ini,” kata Bank ANZ kepada kantor berita Reuters.
Sebelum pertemuan OPEC pekan lalu, Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan sejumlah negara penghasil minyak akan menaikkan produksi. Tapi penambahan produksi itu tidak akan serta merta mengisi kekosongan dari terhentinya aliran minyak Iran dan Venezuela.
“Harga minyak tahun depan amat rentan terhadap gangguan pasokan,” kata lembaga yang bermarkas di PAris itu dalam laporan yang dikeluarkan pada pertengahan Juni.
EIA memperkirakan kapasitas produksi bisa dimaksimalkan dalam waktu 30 hari. Selanjutnya, kapasitas maksimal itu bisa dipertahankan selama setidaknya 90 hari.
OPEC sudah kehilangan sekitar 900.000 barel per hari sejak September 2017. Sekitar dua pertiga kekurangan disebabkan anjloknya produksi minyak Venezuela, kata Michael Haigh, Direktur Pelaksana dan Pemimpin Global Riset Komoditas di Societe Generale kepada Bloomberg.
Hanya empat negara yang masih punya kapasitas cadangan yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Rusia. Arab Saudi mengklaim masih punya kapasitas cadangan 2 juta barel per hari. Societe Generale memperkirakan angkanya hanya sekitar 1,4-1,5 juta barel per hari.
Kuwait dan UEA diperkirakan masih punya kapasitas cadangan total sekitar 400.000 barel per hari. Rusia sekitar 300.000 barel per hari.